Menyingkap Tabir Dana Bagi Hasil (Tinjauan Fenomenologis)

Saring Suhendro. Akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unila juga Pengurus Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia Cabang Lampung--

Oleh: Saring Suhendro (Akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unila juga Pengurus Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia Cabang Lampung)

ISU pencairan dana bagi hasil (DBH) Pemerintah Provinsi Lampung (Pemprov) tahun anggaran 2023 menjadi perhatian publik sangat luas. Terutama di tengah isu pilkada sat ini.

Hasil audit BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Pemprov Lampung tahun anggaran 2023 menunjukkan angka utang DBH ke pemerintah kabupaten/kota sebesar Rp1,08 triliun. Berdasarkan LKPD Pemprov Lampung audited BPK RI tahun 2023 menunjukkan bahwa realisasi pendapatan pajak daerah sebesar Rp3,23 triliun mengalami peningkatan sebesar Rp106,68 miliar atau 3,41% dibandingkan realisasi tahun 2022 yaitu sebesar Rp3,23 triliun. Sedangkan realisasi belanja transfer daerah untuk DBH tahun 2023 sebesar Rp1,19 triliun menurun sebesar Rp158,18 miliar atau 11,69% dibandingkan tahun 2022 sebesar Rp1,35 trilun.

BACA JUGA:Solusi Cepat: BPJS SATU! terbukti mampu atasi kendala Pasien JKN di Fasilitas Kesehatan

Data tersebut menunjukkan bahwa di satu sisi realisasi pajak daerah Provinsi Lampung meningkat (sebagai sumber DBH ke kabupaten/kota), namun di sisi lain transfer DBH ke kabupaten/kota malah menurun. Naiknya pendapatan daerah tidak berbanding lurus dengan realisasi belanja transfer DBH menunjukkan adannya penundaan transfer ke kabupaten/kota dan menambah utang DBH oleh Pemprov Lampung. Selain itu menjadi fenomena yang menarik karena terjadi peningkatan utang DBH Pemprov Lampung sebesar 55,27% pada tahun 2023 dibandingkan utang DBH tahun 2022.

Tulisan ini mengkaji tentang fenomena penundaan transfer DBH secara normatif dengan menggunakan pendekatan kasus dan pendekatan konseptual serta dianalisis secara deskriptif kualitatif dalam rangka membedah urgensitas anggaran transfer DBH dari Pemerintah Provinsi.

 

Dana Bagi Hasil

Dana bagi hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan tertentu APBN yang dialokasikan kepada daerah penghasil berdasarkan angka persentase tertentu dengan tujuan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antara Pemerintah Pusat yang dialokasikan dalam transfer keuangan daerah (TKD). TKD merupakan salah satu sumber pendapatan daerah ditujukan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara pusat dan daerah (vertikal) dan ketimpangan fiskal antar-daerah (horizontal), sekaligus mendorong kinerja daerah dalam mewujudkan pemerataan pelayanan publik di seluruh daerah.

BACA JUGA:Sarana Menjaga Keselarasan Antarumat

 Bagi pemerintah daerah, DBH ini merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari pendapatan transfer. Lebih lanjut dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah No. 12 Tahun 2019 Pasal 34 ayat (1) bahwa pendapatan transfer dibagi menjadi 2 (dua) sumber. Pertama, pendapatan transfer pemerintah pusat. DBH dari pemerintah pusat bersumber dari pajak dan sumber daya alam. DBH yang bersumber dari transfer pemerintah pusat bersumber dari DBH pajak (PBB-P3, PPh, dan cukai hasil tembakau) dan sumber daya alam.

Ketentuan teknis mengenai hal tersebut telah diatur dalam peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Otonomi Khusus sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 211/PMK.07/2022 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 139/PMK. 07/2019 tentang Pengelolaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Otonomi Khusus. Mekanisme penyalurannya dilakukan secara nontunai melalui fasilitas treasury deposit facility. Mekanisme penyaluran DBH ini relatif tidak ada masalah bagi pemerintah daerah.

Kedua, pendapatan transfer antar daerah. Pendapatan bagi hasil ini merupakan dana yang bersumber dari pendapatan daerah (provinsi) yang dialokasikan kepada daerah lain berdasarkan angka persentase tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Jenis DBH terdiri dari pajak kendaraan bermotor (PKB), bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB), pajak air permukaan (PAP), dan pajak rokok. Mekanisme penyaluran DBH ini sering menjadi masalah karena Pemprov selalu menunda pencairannya.  Oleh karena itu, tulisan ini memfokuskan pada penyaluran DBH yang bersumber dari dana Pemprov. \

Dari sisi penganggaran, alokasi DBH dianggarkan pada belanja transfer-belanja bagi hasil di pemerintah provinsi sedangkan bagi pemerintah kabupaten/kota dianggarkan pada pendapatan transfer antar daerah-pendapatan bagi hasil. Hubungan antara transfer pemerintah daerah dengan belanja DBH dapat dilihat dari struktur APBD. DBH merupakan alokasi belanja (mandatory spending) bagi pemerintah provinsi dan estimasi pendapatan (hak) bagi pemerintah kabupaten/kota.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan