Selasa, 24 Sep 2024
Network
Beranda
Berita Utama
Ekonomi Bisnis
Lampung Raya
Politika
Olahraga
Metropolis
Lainnya
Advertorial
Edisi Khusus
Iklan Baris
Sosok
Bursa Kerja
Arsitektur
Wisata dan Kuliner
Otomotif
Teknologi
Lifestyle
Kesehatan
Hobi
Kriminal
Pendidikan
Edisi Ramadan
Network
Beranda
Lainnya
Detail Artikel
Ruang Kesempatan
Reporter:
Rizky Panchanov
|
Editor:
Rizky Panchanov
|
Jumat , 15 Mar 2024 - 15:10
-Ilustrasi Andrea 1597-PIXABAY-
ruang kesempatan senyum terlukis di wajahku ketika mendapati ibu tampak sibuk dengan beberapa anak kecil. kerutan di wajahnya, juga beberapa helai rambutnya yang sudah memutih tak sedikit pun menurunkan kecantikannya. di waktu yang hampir petang, air mukanya masih memancarkan semangat luar biasa. sesekali ia memuji seorang anak kecil yang berhasil memahami huruf-huruf vokal yang diajarkannya. kugenggam erat sebuah kotak merah berukuran kecil. akhirnya aku mampu memberinya benda berharga ini. perlahan, anganku terbang pada beberapa tahun yang lalu, tahun-tahun penuh perjuangan yang membentukku hingga pantas berada pada titik ini. pagi itu, aku tersenyum ketika menatap mentari yang mulai menampakkan dirinya dengan malu-malu. semburat cahaya perlahan merambat ke gorden kamar, menghantarkan rasa hangat yang menyerbu wajahku. baca juga:cinta di hari nyepi aku menatap kertas-kertas yang berserakan di kamar.terbesit pertanyaan di benakku, apakah benar hasil tidak akan mengkhianati usaha? lalu, bagaimana dengan mereka yang memiliki kesempatan lebih besar dalam berusaha? bukankah mereka akan berada pada satu dua tangga lebih tinggi dari mereka yang memiliki kesempatan lebih sedikit? ibu memasukkan dua bungkus nasi ke dalam tasnya. seperti biasanya ia selalu memberikan satu atau dua bungkus nasi untuk orang-orang di jalan ketika mengantarku sekolah. meskipun pekerjaan ibu hanya penjahit dan penjual es buah dengan penghasilan tidak pasti, ibu selalu berbagi walaupun sedikit. kata ibu, anak-anaknya kelak haruslah menjadi sukses agar bisa banyak berbagi. sesampainya di sekolah, aku dan micha bergegas menuju gedung serba guna untuk melakukan tes mendaftar menjadi perwakilan sekolah. jika terpilih, kami akan bersaing dengan murid-murid dari sekolah lain untuk memperebutkan beasiswa kuliah di luar negeri. aku dan micha ternyata terpilih menjadi perwakilan sekolah. satu murid lagi yang terpilih ialah ranya. baca juga:omed-omedan tradisi masyarakat hindu di bali, ini sejarahnya! “untuk persaingan dengan perwakilan sekolah-sekolah lain, tesnya akan dilakukan sekitar dua bulan lagi. masih ada waktu untuk mempersiapkannya. akan ada evaluasi mingguan setiap minggunya. tes yang diujikan yaitu tes wawancara, tes menulis essay, dan tes potensi akademik.” bu kania menjelaskan. kami bertiga mengangguk-angguk. sepulang sekolah, seperti biasa aku membantu ibu berjualan es buah di pinggir jalan. ibu senang ketika kuceritakan bahwa aku berhasil menjadi perwakilan sekolah. hari demi hari berlalu, hingga hari evaluasi mingguan setelah kami kembali melakukan latihan tiba. bu kania menghela nafasnya panjang, “shira, ada apa dengan kamu seminggu ini? hanya tulisan essay-mu yang bagus. nilai latihan soal, juga nilai simulasi wawancaramu rendah. jauh lebih rendah malah diantara micha dan ranya. kamu yakin kamu belajar selama seminggu ini? kalau memang kamu benar-benar ingin mendapatkan beasiswa ini kamu seharusnya belajar lebih giat. “banyak murid di sekolah ini yang ingin jadi perwakilan sekolah, tapi sekolah kasih kesempatan ini ke kamu. jangan disia-siakan dong. untuk ranya dan micha, pertahankan dan terus tingkatkan kemampuan kalian. sekian dari saya, kalian boleh pulang.” aku berjalan gontai ke luar ruangan diikuti oleh ranya dan micha. dalam seminggu ini, setiap malam aku selalu belajar. bahkan, aku selalu menolak teman-temanku yang mengajakku bermain. mereka saja masih bermain dengan teman-teman, tetapi mengapa nilainya lebih besar dariku? “aku mau tau dong, gimana cara belajar kalian,” ujarku. aku tertegun menatap catatan kecil berisi bagaimana cara micha dan ranya belajar selama seminggu terakhir. hati kecilku menaruh iri pada mereka. sepulang sekolah micha dan ranya memilih bermain dengan teman-teman sebentar. sorenya micha membaca buku-buku yang dibelinya dan ranya ikut les . di malam hari, mereka mengerjakan latihan soal dan latihan menulis essay. siang hingga sore hariku dipakai untuk membantu ibu berjualan es buah. lalu di malam hari, aku baru sempat belajar. aku mengeluh dalam hati, menutup wajah dengan kedua tangan, perasaan sesak tiba-tiba menggebu. rasa percaya diri terhadap kemampuanku mendadak surut. aku merasa tidak memiliki kesempatan sebesar teman-temanku. aku merasa bahwa mereka yang memiliki cukup uang pasti akan lebih mudah mencapai tujuannya karena mereka bisa membeli buku-buku, bisa les, juga mempunyai waktu yang lebih banyak dariku untuk belajar. lantas, bukankah semua yang aku lakukan selama ini percuma? mereka yang memiliki kesempatan lebih besar akan menjadi pemenangnya. “kak, bisa bantu ibu cuci piring?” ibu tiba-tiba datang. aku menatap ibu tajam. amarah memenuhi rongga dadaku, “ibu tahu kenapa dulu aku selalu kalah dalam lomba menulis essay? karena aku tidak punya waktu untuk belajar menulis essay dengan baik, bu. aku juga tidak punya uang untuk ikut pelatihan. aku mau belajar seperti teman-temanku yang lain, bu, yang punya banyak waktu untuk belajar. sementara aku, dari siang sampai sore harus bantu ibu jualan es buah.” “maafin ibu ya, kak,” lirih ibu. aku berjalan tanpa arah. entah sudah berapa langkah kutempuh. sampai ketika lututku terasa sakit. aku memilih untuk berhenti. cahaya bulan yang bersinar terang menjadi temanku malam ini, menemaniku duduk di sebuah kursi yang menghadap jalan raya, menikmati sepoi angin yang menghadirkan sepi. seorang kakek tua dengan celana olahraga dan kaus oblong tiba-tiba duduk di sampingku,“sedang apa malam-malam duduk disini?” tanyanya. tanpa sadar air mata terbendung di kelopak mataku. “aku sedang tidak percaya diri,” ujarku. “aku juga merasa kalah.” “kenapa merasa begitu?” “aku merasa aku tidak memiliki kesempatan sebaik teman-temanku,” ujarku. aku mulai menceritakan semua yang kurasakan. “nak, sudah tidak zaman lagi anak-anak sekolah hanya belajar pelajaran sekolah. belajarlah tentang hidup. belajarlah cara bertahan hidup bersamaan dengan belajar untuk mempertahankan nilai dan prestasi di sekolah.” aku melongo kebingungan. “saat sedang menunggu pembeli datang, bukalah buku. kau memiliki kesempatan sebenarnya, tapi karena kesempatan tersebut berbeda dengan teman-temanmu, kau menjadikannya alasan. ah, tidak ada waktu untuk belajar, selalu sibuk membantu ibu. hei, bukankah ketika menunggu pembeli kau hanya melamun melihat kendaraan yang berlalu- lalang? kau benar nak, orang-orang yang memiliki uang akan lebih mudah mencapai tujuannya karena mereka bisa membeli hal-hal yang mendukung mereka dalam mencapai tujuan. tapi, apa terus menyalahkan keadaanmu yang sulit membuat segala sesuatu menjadi mudah dicapai? kesempatan itu selalu ada dan dapat ditemukan apabila memiliki kemauan yang kuat. jika tidak, kau tidak akan menyadari kehadirannya.” kakek itu melanjutkan. kuikuti arah pandang kakek itu yang kini menatap sesosok anak kecil berpakaian kumal yang mengobrak-abrik kotak sampah. lantas ketika ia menemukan sisa makanan, ia dengan lahap memakannya. “bahkan untuk makan saja ada yang kesempatannya sangat kecil,” ujar kakek tersebut. “pulanglah nak, berlarilah lebih keras kalau kau tahu kau tidak memiliki kesempatan sebesar teman-temanmu.” kakek tersebut menghampiri anak kecil yang dipandanginya, memberinya beberapa lembar uang kemudian melangkah pergi. kutatap pakaianku yang masih terbilang layak. kutatap gawai yang sedari tadi kugenggam. aku bahkan tidak merasa lapar. rasa syukur terbesit di benakku. aku terasa seperti terlahir kembali. memiliki semangat baru yang menggebu. sejak saat itu, setiap harinya aku memilih untuk belajar ketika menunggu pembeli es buah. bolak-balik ke perpustakaan untuk meminjam buku yang tak bisa kubeli, sesekali meminjam buku-buku ranya dan micha. perlahan aku mulai berhenti membandingkan hidupku dengan orang lain, berhenti meratapi apa yang tak kumiliki. pengumuman perimaan beasiswa telah diumumkan. ibu menangis terharu ketika mengetahui bahwa aku diterima. ibu menghampiriku ketika sedang mengemas barang-barang. ia menyondorkan sebuah laptop yang membuat mataku terbelalak. “beli laptop ini uang dari mana, bu? spp adik, cicilan rumah sudah dibayar memangnya?” tanyaku bertubi-tubi. ibu mengangguk, “kalau nanti kamu sudah sukses, jangan pernah lupa dengan orang-orang yang tak seberuntung kamu, shira.” aku menatap wajah ibu yang menatapku teduh. kugenggam erat tangannya. saat itu aku menyadari, cincin emas mas kawin pernikahan ibu dan mendiang ayah tak lagi berada di jari manisnya. anganku membuyar ketika ibu menyadari kehadiranku. ia memilih untuk membubarkan kelas saat itu juga kemudian menghampiriku. aku dan ibu menyeduh kopi bersama. seraya menyeruput kopi, aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling ruang tempat belajar membaca, menulis, dan berhitung di ruang kesempatan. aku teringat lomba-lomba menulis essay yang kuikuti, yang tak berbuah kemenangan sama sekali. namun aku juga ingat poin menulis essay-ku pada tes beasiswa merupakan poin tertinggi. aku ingat bagaimana teriknya sinar matahari saat belajar sembari menunggu pembeli es buah datang. juga teringat pada rasa lelahku bolak-balik perpustakaan karena tak punya uang untuk membeli buku. aku juga tak melupakan waktu-waktu istirahat sekolahku yang kupakai untuk belajar. mungkin aku bukan seseorang yang memiliki kesempatan besar. tapi karena semua itu, aku pandai membagi waktu. aku bekerja paruh waktu saat berkuliah. aku bisa menghargai uang dengan menabung sebagian uang saku beasiswa yang diberikan untuk modal usaha. dari modal tersebut, aku membangun sebuah perusahaan pakaian merek lokal bernama shie. aku membuka lapangan pekerjaan untuk ibu-ibu sekitar rumahku yang memiliki keterbatasan ekonomi. dengan begitu, mereka berkesempatan memberdayakan diri untuk membawa perubahan ekonomi bagi keluarga mereka. “membeli berarti menciptakan kesempatan untuk mereka yang kurang mampu” merupakan sebuah slogan yang kupakai setiap kali melakukan promosi penjualan. pembelian produk shie mengajak untuk bersama-sama menciptakan kesempatan untuk anak-anak yang kurang mampu. karena setiap pembelian satu produk shie, pembeli sudah berdonasi dua ribu rupiah untuk pembangunan serta pengembangan ruang kesempatan. ruang kesempatan merupakan bangunan dua lantai dengan rak-rak buku yang berjejer di dalamnya, beberapa komputer untuk menunjang fasilitas belajar, juga tempat untuk belajar membaca, menulis, dan berhitung gratis untuk anak-anak yang kurang mampu. aku menyondorkan kotak merah yang kugenggam kepada ibu. usai membukanya, buliran air mata menetes di pipinya, menciptakan rasa hangat di hatiku. “maaf, bentuknya tidak sama persis dengan cincin mas kawin pernikahan ibu dan mendiang ayah. tapi mirip kan, bu?” aku mengembangkan senyum. ibu menarikku dalam pelukannya, “terima kasih ya kak untuk cincinnya, juga untuk kesempatan-kesempatan yang kakak berikan kepada mereka yang kurang mampu.”.(*)
1
2
3
4
»
Tag
Share
Koran Terkait
Kembali ke koran edisi Koran Radar Lampung Minggu 17 Maret 2024
Berita Terkini
Perebutan Kursi Bupati Lampung Utara Dimulai: Hamartoni-Romli 1, Ardian-Sofyan 2
Politika
1 jam
Peningkatan Pendapatan Pembudidaya Ikan melalui Pembuatan Pakan Mandiri
Pendidikan
1 jam
Resmi, Empat Paslon Kada Pringsewu Lampung Dapat Nomor Urut
Politika
1 jam
Pertama di Lampung, Kejari Bandarlampung Ajukan Permohonan Perwalian Anak
Metropolis
2 jam
Waspada Busi Palsu! Kenali Ciri-Cirinya
Otomotif
2 jam
Berita Terpopuler
Iklan Baris 24 September 2024
Iklan Baris
19 jam
Derby Della Madonnina, AC Milan Putus Rekor 2 Tahun Tak Pernah Menang dari Inter
Olahraga
18 jam
Profil Bernadya, Musisi Indie Yang Menghipnotis Lewat Lirik
Sosok
13 jam
Tim Gabungan Pasang Kandang Jebak dan Kamera untuk Identifikasi Harimau Pemangsa Warga Suoh
Lampung Raya
15 jam
Kemenag Tegaskan 5 Penyakit Bisa Batalkan Naik Haji
Berita Utama
14 jam
Berita Pilihan
Vion Caffe di Bandar Lampung Cocok untuk Tempat Kamu Hangout Bersama Teman
Wisata dan Kuliner
14 jam
Hari Libur Berpengaruh Terhadap Kunjungan Wisata
Ekonomi Bisnis
1 hari
Begini Cara Sanggah Tes CPNS 2024, Jangan Sampai Salah
Berita Utama
3 hari
Update Rangking Timnas Indonesia, Garuda Naik 4 Peringkat, Salip Posisi Malaysia
Olahraga
4 hari
Tambah Pundi Medali di PON 2024, Kick Boxing Putri Lampung Raih Perak
Olahraga
4 hari