Ini Tiga Kebijakan RI Sikapi Kenaikan Tarif Impor

Presiden RI Prabowo Subianto--Foto Cahyo - Biro Pers Sekretariat Presiden

JAKARTA - Istana mengklaim Presiden Prabowo Subianto sudah jauh-jauh hari mengantisipasi kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump terkait kenaikan tarif impor. Antisipasi itu dilakukan dengan tiga gebrakan besar untuk menghadapi berbagai gejolak perubahan kebijakan global.
 
Deputi Bidang Diseminasi dan Media Informasi Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Noudhy Valdryno mengatakan, Presiden Prabowo sudah merancang berbagai kebijakan strategis ini sejak hari pertama dilantik. “Dalam menghadapi tantangan global, termasuk kebijakan tarif baru Amerika Serikat, Presiden Prabowo menunjukkan ketajaman melihat dinamika geopolitik," ujarnya, Kamis (3/4).
 
Kebijakan pertama adalah memperluas mitra dagang Indonesia. Pada minggu pertama setelah dilantik, Presiden Prabowo mengajukan keanggotaan Indonesia dalam BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan), sebuah kelompok ekonomi yang mencakup 40 persen perdagangan global.
 
 
Langkah ini semakin memperkuat posisi Indonesia dalam perdagangan internasional. Keanggotaan Indonesia di BRICS memperkuat berbagai perjanjian dagang multilateral.
 
"Indonesia telah menandatangani perjanjian seperti Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) dengan 10 negara ASEAN dan Australia, RRT, Jepang, Korea Selatan, dan Selandia Baru, yang mencakup 27 persen perdagangan global," imbuhnya.
 
 
Juga aksesi ke Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) yang mencakup 64 persen perdagangan global, serta beberapa perjanjian dagang lainnya CP-TPP, IEU-CEPA, dan I-EAEU CEPA. 
 
Selain berbagai perjanjian dagang multilateral, Indonesia juga memiliki perjanjian dagang bilateral dengan Korea, Jepang, Australia, Pakistan, Uni Emirat Arab, Iran, Chile, dan berbagai negara lainnya yang semakin memperkokoh daya saing Indonesia di pasar internasional.
 
 
Kebijakan kedua adalah mempercepat hilirisasi sumber daya alam (SDA). Dia menjelaskan, salah satu contoh kesuksesan kebijakan hilirisasi adalah sektor nikel, di mana nilai ekspor nikel dan turunannya melonjak.
 
Selain itu pada 24 Februari 2025, Presiden Prabowo meluncurkan BPI Danantara yang dirancang untuk mempercepat hilirisasi SDA strategis di Indonesia. BPI Danantara akan mendanai dan mengelola proyek hilirisasi di sektor-sektor utama, seperti mineral, batu bara, minyak bumi, gas bumi, perkebunan, kelautan, perikanan, dan kehutanan.
 
"Dengan langkah ini, Indonesia tidak hanya meningkatkan daya saing ekspor, tetapi juga tidak lagi bergantung pada investasi asing serta mampu menciptakan lapangan kerja baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis sumber daya alam yang berkelanjutan," tuturnya.
 
Kebijakan ketiga adalah memperkuat resiliensi konsumsi dalam negeri. Implementasinya dengan memperkuat daya beli masyarakat melalui program-program yang langsung menyentuh kesejahteraan rakyat. Salah satu program unggulan Presiden Prabowo adalah program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menargetkan 82 juta penerima manfaat pada akhir tahun 2025.
 
Selain itu, Presiden Prabowo juga akan mendirikan 80.000 Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) yang bertujuan  memperkuat ekonomi desa, membuka jutaan lapangan pekerjaan baru, dan mendorong perputaran uang di daerah.
 
"Upaya ini bukan hanya akan meningkatkan konsumsi dalam negeri tetapi juga mengurangi ketergantungan pada impor dan memperkuat perekonomian domestik. Dengan mendongkrak konsumsi rumah tangga, yang mencakup 54 persen dari PDB Indonesia, program ini akan berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.
 
Dengan gebrakan-gebrakan strategis ini, PCO meyakini Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo berada di jalur yang tepat untuk mempertahankan posisi sebagai kekuatan ekonomi yang stabil dan optimistis di kawasan Asia Tenggara dan global. (jpc)

Tag
Share