Trump Kenakan Tarif Impor 32 Persen ke Indonesia
Editor: Syaiful Mahrum
|
Kamis , 03 Apr 2025 - 20:50

Presiden AS Donald Trump--FOTO ISTIMEWA
JAKARTA - Presiden Amerika Serikat Donald Trump telah menetapkan tarif impor baru kepada Indonesia sebesar 32 persen. Tarif tersebut sebagaimana diumumkan Trump dalam Liberation Day atau Deklarasi Kemerdekaan Ekonomi Amerika, Rabu (2/4) waktu setempat.
Merespons hal itu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyampaikan bahwa dampak kenaikan tarif resiprokal yang diumumkan Trump akan berdampak signifikan ke ekonomi Indonesia.
Tak hanya sekedar berpengaruh terhadap ekspor Indonesia ke AS yang sebesar 10,5 persen dari total ekspor non-migas, tapi spillover effect-nya ke ekspor negara lain juga besar.
Selain itu, Bhima menyebut pengenaan tarif impor sebesar 32 persen akan memicu resesi ekonomi di Indonesia hingga sektor otomotif, elektronik, dan padat karya RI yang makin terpuruk.
"Bisa picu resesi ekonomi Indonesia di Kuartal IV 2025. Dengan tarif resiprokal 32 persen sektor otomotif dan elektronik Indonesia diujung tanduk," kata Bhima.
"Sektor padat karya seperti pakaian jadi dan tekstil diperkirakan makin terpuruk. Sebagian besar brand internasional yang ada di Indonesia, punya pasar besar di AS," sambung Bhima.
Lebih lanjut, Bhima membeberkan bahwa total ekspor produk otomotif Indonesia pada 2023 ke AS mencapai sebesar USD280,4 juta atau setara Rp4,64 triliun (Kurs 16.600). Rata-rata 2019-2023 pertumbuhan ekspor produk otomotif ke AS 11 persen.
Bhima memprediksi bahwa pertumbuhan ekspor bisa jadi negatif begitu ada kenaikan tarif yang luar biasa. Pertama, konsumen AS menanggung tarif dengan harga pembelian kendaraan yang lebih mahal dan penjualan kendaraan bermotor turun di AS.
Selanjutnya, probabilitas resesi ekonomi AS naik karena permintaan lesu. Korelasi ekonomi Indonesia dengan AS, setiap 1 persen penurunan pertumbuhan ekonomi AS maka ekonomi Indonesia turun 0,08 persen.
Kemudian di sisi lain, produsen otomotif Indonesia tidak semudah itu shifting ke pasar domestik karena spesifikasi kendaraan dengan yang diekspor berbeda. Imbasnya layoff dan penurunan kapasitas produksi semua industri otomotif di dalam negeri.
"Bukan hanya otomotif, tapi juga komponen elektronik, karena kaitan antara produsen elektronik dan suku cadang kendaraan bermotor. Ekspor Indonesia tertinggi ke AS adalah komponen elektronik. Jadi elektronik ikut terdampak juga," bebernya.
Lebih lanjut, Bhima juga menyampaikan potensi terpuruknya sektor padat karya seperti pakaian jadi dan tekstil. Terlebih, Sebagian besar brand internasional yang ada di Indonesia, punya pasar besar di AS.
Begitu kena tarif yang lebih tinggi, Bhima menyebut brand itu akan turunkan jumlah order/pemesanan ke pabrik Indonesia. Sementara di dalam negeri, kita bakal dibanjiri produk Vietnam, Kamboja dan Tiongkok karena mereka incar pasar alternatif.
"Permendag 8/2024 belum juga di revisi, jadi ekspor sulit, impor akan menekan pemain tekstil pakaian jadi domestik. Ini harus diubah regulasi nya secepatnya," tutupnya. (jpc)