JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merencanakan seluruh mobil dan motor di Indonesia harus memiliki asuransi third party liability (TPL) per Januari 2025. Tujuannya dapat memberikan perlindungan finansial yang lebih baik kepada masyarakat.
Tingginya angka kecelakaan lalu lintas mendorong pentingnya proteksi atas kendaraan bermotor tersebut. Korps Lalu Lintas (Korlantas) mencatat, korban kecelakaan mencapai 148 ribu orang sepanjang 2023.Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono menyampaikan, program asuransi wajib, termasuk asuransi kendaraan, masih menunggu terbitnya peraturan pemerintah (PP) sebagai payung hukum pelaksanaannya. Di antaranya, terkait ruang lingkup dan waktu efektif penyelenggaraan program. Tentunya dengan persetujuan dari DPR. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) mengatur bahwa pemerintah dapat membentuk program asuransi wajib sesuai dengan kebutuhan.
”Di antaranya mencakup asuransi kendaraan berupa tanggung jawab hukum pihak ketiga alias third party liability (TPL) terkait kecelakaan lalu lintas, asuransi kebakaran, dan asuransi rumah tinggal terhadap risiko bencana. Dalam persiapannya, tentu diperlukan kajian mendalam terlebih dahulu mengenai program asuransi wajib yang dibutuhkan,” papar Ogi di kantornya kemarin (18/7).
UU P2SK menyatakan bahwa setiap amanat harus diikuti dengan penyusunan peraturan pelaksanaan yang penetapannya paling lama dua tahun sejak diundangkan. Setelah PP diterbitkan, OJK baru menyusun peraturan implementasi terhadap program asuransi wajib tersebut, termasuk TPL.
Ogi menjelaskan, program asuransi wajib TPL terkait kecelakaan lalu lintas bertujuan memberikan perlindungan finansial yang lebih baik kepada masyarakat. Sebab, hal itu dinilai akan mengurangi beban finansial yang harus ditanggung pemilik kendaraan jika terjadi kecelakaan. Lebih jauh lagi, akan membentuk perilaku berkendara yang lebih baik.
”Dengan meningkatnya perlindungan terhadap risiko, masyarakat akan lebih terlindungi dan merasa lebih aman serta dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan,” tuturnya.
Terpisah, Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) berharap pembuatan PP asuransi TPL dapat terealisasi tahun depan. ”Setiap akan ada PP, pasti ada perencanaannya. Untuk tahun depan, daftar rencana harus selesai pada Oktober atau November tahun ini. Kami ingin mendorong agar PP terkait asuransi TPL masuk pada daftar rencana Oktober ini,” kata Wakil Ketua Bidang Teknik 3 AAUI Wayan Pariama.
Menurut dia, TPL sebagai asuransi wajib dapat mengurangi beban keuangan pemerintah. Yakni, dalam memberikan kompensasi kepada korban kecelakaan lalu lintas yang ditanggung perusahaan asuransi swasta.
Sekaligus memberikan bantuan keuangan kepada korban kecelakaan atau keluarganya. Rencananya, premi asuransi TPL dikenakan saat pemilik kendaraan membayar pembuatan maupun memperpanjang STNK.
Asuransi TPL sebenarnya sudah banyak ditawarkan pelaku industri asuransi di Indonesia. Hanya, sifatnya masih sukarela. Selain itu, tergabung sebagai rider pada produk-produk asuransi kendaraan all-risk yang ada saat ini. Data AAUI menunjukkan pembayaran klaim kendaraan bermotor mencapai Rp 7 triliun.
Chief Operating Officer PT Hyundai Motor Indonesia (HMID) Fransiscus Soerjopranoto menilai wacana penerapan wajib asuransi untuk kendaraan bermotor bukan sesuatu yang baru, khususnya di negara-negara maju. Sebab, segala jenis alat transportasi, baik darat, laut, maupun udara, memang diwajibkan untuk memiliki asuransi.
”Tapi, memang pendekatannya ke masyarakat harus benar. Supaya tidak terkesan memberatkan, pemerintah dan perusahaan asuransi harus dapat menjamin bisa memberikan premi rendah,” ujar Fransiscus.
Jika pesertanya banyak, kata dia, seharusnya premi bisa dibuat semurah mungkin. Selanjutnya, edukasi tentang pentingnya asuransi juga harus didorong agar masyarakat dapat memahami tujuan dan benefit menggunakan asuransi.
Senada, Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Johannes Nangoi menilai wacana tersebut mengacu pada peraturan yang sudah ada di luar negeri. ”Sebenarnya aturan ini belum keluar. Tapi, kalau kita lihat di luar negeri, aturannya ke arah sana kalau semua kendaraan harus diasuransikan,” terang dia.
Nangoi menambahkan, total penjualan mobil di Indonesia saat ini didominasi pembelian melalui leasing. ”Total penjualan kita 67 persen melalui pinjaman atau leasing. Biasanya, semua transaksi pinjam-meminjam itu mengharuskan mobil diasuransikan. Jadi, benar-benar ter- cover dan mobil yang ada di jalan sudah diasuransikan,” bebernya. (jpc/ c1 )
Kategori :