Dua Pejabat Disperkim Lampura Terancam PTDH

Kamis 18 Jul 2024 - 21:46 WIB
Reporter : Fahrozi Irsan Toni
Editor : Taufik Wijaya

Selain itu, pihaknya juga berpendapat, Kejati Lampung tidak mengindahkan nota kesepahaman yang ditandatangani oleh jaksa agung untuk mengedepankan pengawas internal melakukan penyelesaian secara administratif dalam hal adanya laporan atau aduan terkait kerugian negara.

’’Kemudian kami juga menilai alat bukti yang menjadikan klien kami tersangka tidak ada nilai sebagai alat bukti alias cacat karena audit keuangan negara dilakukan oleh akuntan publik, bukanlah BPK yang seharusnya mempunyai wewenang penuh dalam menentukan ada tidaknya kerugian negara,” sesalnya.

Ia menambahkan auditor akutan publik adalah pihak swasta yang dibayar oleh pihak penyidik kejati untuk melakukan audit keuangan terkait perkara ini sehingga hal tersebut menimbulkan ketidakadilan bagi kliennya. “Seharusnya kejati paham dengan menggunakan auditor BPK sesuai dengan amanat UUD 1945,” tegasnya.

Dia juga menggarisbawahi kepada semua pihak termasuk kalangan media bahwa kliennya masih dalam proses hukum dan belum ada keputusan inkrah dari pengadilan terkait perkara ini. “Maka dari itu, agar seluruh pihak untuk menghormati asas praduga tak bersalah,” tandasnya

Sebelumnya, tim penyidik Kejati Lampung menahan dua pejabat Disperkim Lampura, Rabu (17/7) pukul 17.00 WIB. Dua pejabat tersebut adalah Wahyu Prajamukti dan Ahmad Avand. Saat indikasi korupsi terjadi, Wahyu Prajamukti merupakan Kepala Bidang (Kabid) Perumahan dan Ahmad Avand merupakan kepala seksi (Kasi).

Keduanya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan Tindak Pidana Korupsi Kegiatan Konsultasi Perencanaan Pada Bidang Perumahan Tahun Anggaran 2017, 2018, 2019 dan 2020 di Disperkim Lampura. Dari pemeriksaan telah ditemukan kerugian keuangan negara sebesar Rp1,75 miliar. 

Usai pemeriksaan, WP dan AA langsung digelandang masuk mobil tahanan dan dibawa ke Rumah Tahanan Kelas I  Bandar Lampung Way Hui, selama 20 hari terhitung mulai 17 Juli-5 Agustus 2024.

Menurut Kasipenkum Kejati Lampung Ricky Ramadhan, tersangka Wahyu Prajamukti dan Ahmad Avand selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) mencari dan meminjam perusahaan untuk digunakan seolah-olah sebagai penyedia pekerjaan dalam kegiatan ini.

”Namun faktanya untuk pekerjaan tersebut dikerjakan sendiri oleh PPK dan PPTK dengan membuatkan surat pertanggungjawaban fiktif,” ujar Ricky melalui keterangan tertulis. 

Para tersangka diduga keras melanggar primair Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke - 1 KUHP Jo Pasal 64 KUHP, Subsidair Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang -Undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke - 1 KUHP Pasal 64 KUHP.  

”Berhubungan dengan adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan/atau mengulangi tindak pidana, maka penyidik perlu melakukan penahanan terhadap para tersangka,” kata Ricky.

Diketahui, pada Disperkim Lampura terdapat kegiatan-kegiatan perencanaan jasa konsultasi, survei pendataan dan verifikasi rumah tidak layak huni (RTLH). Rinciannya, pada Tahun Anggaran 2017, terdapat 15 paket pekerjaan; 2018 (10 paket), 2019 (8 paket) dan 2020 (4 paket).

Berdasarkan laporan akuntan publik atas penghitungan kerugian keuangan negara dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi kegiatan konsultasi perencanaan pada bidang perumahan Tahun Anggaran 2017, 2018, 2019 dan 2020 pada Disperkim Lampura Nomor LI.23/MCl-KKTL/1110 tanggal 10 November 2023, telah ditemukan kerugian keuangan negara sebesar Rp1.751.088.007. (ozy/c1/fik)

 

Tags :
Kategori :

Terkait