Karya Alvika Zahra - Madrasah Aliyah GUPPI BANJIT
Sebagai siswa kelas 12 semester akhir, tentu kami sedang menyiapkan diri untuk melanjutkan kehidupan setelah lulus nanti. Banyak sekali rencana yang sedang ditata. Ada yang berencana untuk langsung bekerja, ingin mengadu nasib di perantauan, dan banyak pula yang sedang mempersiapkan diri melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya. Tak terkecuali aku, Aluna Dezara.
Namaku mulai dikenal oleh warga sekolah semenjak aku menjadi pengurus OSIS sebagai Ketua Divisi Teknologi Informasi dan Komunikasi, serta menjadi Dewan Ambalan Pramuka di sekolahku. Sejak bergabung di divisi TIK aku mulai tertarik mendalami dunia seputar konten dan jurnalistik. Beberapa karya tulisku telah dimuat di laman resmi sekolah. Bahkan aku kerap mewakili sekolahku dalam Olimpiade Menulis. Tak jarang aku pun menjadi juara.
Aku juga pernah bergabung dalam tim humas sekolah menjadi ketua mading sekolah serta mengelola dan mengembangkan teknologi di ruang lingkup sekolah. Tak hanya itu, aku juga mengemban posisi penting dalam Dewan Ambalan pramuka di sekolaku, yaitu sebagai sekretaris.
BACA JUGA:Indonesia Emas yang Hijau dan Adil
Berdasarkan pengalaman inilah aku berhasil menemukan passion dan minatku, yang menjadi acuanku untuk memilih jurusan ketika mendaftar kuliah. Mimpi untuk berkuliah sudah mengakar di dalam diriku sejak masih duduk di bangku sekolah dasar. Universitas Indonesia, kampus kuning itu adalah impianku selama ini. Namun, orang tuaku tak memberiku izin untuk melanjutkan pendidikan ke sana, terlalu jauh untuk usiaku saat ini, kata mereka.
Aku hanya bisa pasrah dan mengubur dalam-dalam mimpiku untuk berfoto mengenakan jas almamater kuning dengan latar belakang gedung rektorat kebanggaan universitas itu. Namun, hal itu tak bisa menghentikan langkahku untuk melanjutkan pendidikan. Fakultas Oranye, Universitas Lampung, adalah tujuanku berikutnya.
Menjadi salah satu siswa berprestasi di sekolah dan menyandang gelar sebagai siswa paling berpengaruh bagi perkembangan sekolah merupakan suatu kebanggaan tersendiri bagiku. Hal inilah yang membuatku terpilih sebagai salah satu siswa eligible, siswa yang bisa mengikuti proses pendaftaran perguruan tinggi negeri melalui jalur prestasi dan nilai rapor.
BACA JUGA:One of the Standards of Beauty
Hari itu adalah hari yang sangat kutunggu, yakni hari pengumuman Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi atau SNBP. Aku sudah tak sabar menunggu hasil seleksi. Jantungku sudah tak karuan detaknya. Sungguh, aku sangat takut jika hasilnya akan mengecewakanku, bukan hanya aku, tapi juga keluarga dan teman-teman yang sudah mendukungku. Aku tidak akan bisa melihat raut kekecewaan di wajah mereka.
Dengan perasaan yang tak menentu antara rasa takut dan cemas, aku mengambil ponselku. Kuketik alamat laman pengumuman dengan tangan yang gemetar. Jangan tanya lagi bagaimana keadaan jantungku. Degupnya semakin menderu. Aku mengisi nomor pendaftaran serta tanggal lahir di kolom pengumuman. Tanganku mulai dingin, tapi berkeringat. Lalu dengan gelisah aku mengeklik tombol biru yang bertuliskan "Lihat Hasil Seleksi”.
“Bagaimana hasilnya?” tanya ibuku.
Aku berusaha tetap tersenyum ketika menatap wajah ibu. Aku memilih bungkam dan langsung mematikan ponselku, kemudian merengkuh kedua pahaku seraya melipat kedua tanganku di atas lutut. Aku benar-benar tak bisa mengatakan hasilnya, aku tak ingin orang yang sudah mendukungku mati-matian merasa kecewa.
Ibu mengelus kuncup kepalaku, lalu memelukku dengan hangat. Ibu pasti tahu walaupun aku tidak memberitahunya. Beliau sangat memahami putri sulungnya ini. Tingkahku sudah cukup menjawab pertanyaannya. Hingga tanpa kusadari setetes cairan hangat berhasil lolos dari pelupuk mataku. Aku balas memeluk erat ibu, kutumpahkan semua rasa sedih dan kecewaku dalam pelukannya.
“Gak apa-apa, masih ada jalur lain. Coba lagi, ya,” ucap Ibu yang berusaha menenangkanku.