AI bukan produk yang dibuat lalu menunggu dipakai. AI adalah industri yang terus berjalan dan membutuhkan energi secara berkelanjutan. Hal ini membuat dugaan bubble tidak sesederhana yang terlihat.
Menyikapi isu AI bubble perlu dilakukan secara bijak dan proporsional. Pertama, penting memahami AI adalah infrastruktur baru, bukan sekadar tren teknologi musiman.
Perkembangan ini harus dipandang dari aspek energi, komputasi, dan kebutuhan jangka panjang, bukan hanya dari naik-turunnya valuasi pasar.
Kedua, baik organisasi maupun individu yang memanfaatkan AI harus lebih fokus pada efisiensi penggunaan energi, kualitas data, serta implementasi model yang benar-benar sesuai kebutuhan, bukan sekadar mengikuti tren menggunakan model terbesar atau tercanggih.
Ketiga, masyarakat perlu meningkatkan literasi teknologi, agar tidak mudah terpengaruh narasi ekstrem, seperti AI akan runtuh total atau AI akan mengambil alih semuanya. Pemahaman yang tepat membantu kita melihat peluang dan risiko secara lebih objektif.
Pada akhirnya, yang paling penting adalah kesiapan kita beradaptasi. AI akan terus berkembang, dan perubahan besar ini tidak akan bergerak mundur. Dengan memahami karakteristik dan landasan teknologinya, kita dapat mengambil keputusan yang lebih cerdas sebagai pengguna, pelaku bisnis, maupun pembuat kebijakan.
Kekhawatiran tentang AI bubble memang wajar muncul di tengah perkembangan pesat teknologi. Namun ketika ditinjau lebih dalam, banyak indikator menunjukkan pertumbuhan AI saat ini bukan sekadar gelembung yang siap pecah, tetapi merupakan transformasi besar dalam struktur industri global.
Selama masyarakat, pemerintah, dan pelaku teknologi mampu menyikapinya dengan pemahaman yang benar, perkembangan AI tidak perlu ditakuti. Sebaliknya, ini adalah peluang besar untuk membangun masa depan yang lebih efisien, inovatif, dan berdaya saing tinggi. (beritasatu.com)