BLAMBANGANUMPU – Dugaan penyimpangan distribusi bahan bakar minyak (BBM) subsidi di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Kabupaten Waykanan mencuat.
Meski Pertamina sudah mewajibkan penggunaan barcode dalam setiap transaksi, praktik pengecoran BBM tetap ada. Bahkan, ada indikasi sebagian SPBU menyiapkan stok khusus untuk para pengecor, alih-alih masyarakat umum.
Kondisi ini membuat pengawasan Pertamina dipertanyakan. Sebab, aturan yang seharusnya menertibkan pelanggaran justru seolah menjadi formalitas belaka. Para pengecor dengan mudah memanfaatkan celah dengan menggunakan barcode berbeda-beda untuk membeli BBM berkali-kali dalam satu hari.
BACA JUGA:OSP Lampung, 20 Siswa SMA Al Kautsar Ikut Berkompetisi
Kejadian itu bukan hanya di Waykanan, beberapa waktu lalu juga terjadi di Tulangbawang Barat. Bahkan, Radar Lampung sempat menelusuri SPBU dari Bandarlampung hingga Kalianda, Lampung Selatan (Lamsel), tak satu pun yang menjual BBM jenis solar.
Untuk di Waykanan, SPBU 149 Gunungsangkaran jadi salah satu sorotan. Pertalite di SPBU ini nyaris selalu kosong. Jika ada, stok hanya bertahan sebentar. Padahal, menurut mantan karyawan SPBU, setiap pengiriman mencapai 24 ton. Anehnya, BBM sebanyak itu bisa habis hanya dalam waktu dua hari.
’’Biasanya stok BBM jenis Pertalite itu banyak, sampai 24 ton sekali datang. Tetapi tidak sampai dua hari sudah lenyap. Ke mana minyak itu habis, hanya operator, sekuriti, dan pengawas yang tahu,” ujar eks karyawan tersebut kepada Radar Lampung.
Pantauan di lapangan memperkuat dugaan bahwa SPBU memang melayani pengecoran secara masif. Mobil-mobil tangki modifikasi hilir-mudik dengan posisi parkir yang diatur rapi agar tidak menimbulkan kecurigaan. Ironisnya, petugas dan sekuriti SPBU seolah menutup mata.
“Pertanyaannya, apa iya mobil yang bolak-balik isi BBM dengan barcode berbeda itu tidak dikenal petugas? Besar dugaan ada kongkalikong antara pengecor dengan pengawas SPBU,” ungkap sumber terpercaya Radar Lampung.
Masalah lain juga tampak di SPBU Bumi Ratu, Kecamatan Umpu Semenguk. Setiap hari antrean kendaraan mengular hingga keluar SPBU. Petugas mengaku pengiriman BBM kerap dikurangi, sehingga stok selalu tidak mencukupi.
Lebih parah lagi, SPBU Baradatu hingga kini masih tutup tanpa penjelasan resmi. Penutupan ini jelas memperparah kelangkaan BBM di Way Kanan.
Kejadian ini semakin mempertegas lemahnya pengawasan Pertamina. Sistem barcode yang digadang-gadang jadi solusi ternyata hanya bisa “dibobol” dengan mudah. Fakta di lapangan menunjukkan, masyarakat tetap kesulitan mendapatkan BBM subsidi, sementara pengecor justru leluasa.
“Kalau benar ada praktik kongkalikong di SPBU, artinya bukan hanya operator nakal, tapi sistem pengawasan Pertamina yang bocor. Ini harus diusut tuntas,” ujar salah satu pengendara yang ingin mengisi BBM. (sah/c1/yud)