Arab Saudi Larang Kunjungan ke Jabal Rahmah Saat Wukuf, Ini Imbauan Menag Nasaruddin Umar

Rabu 04 Jun 2025 - 20:14 WIB
Reporter : Agung Budiarto
Editor : Agung Budiarto

MAKKAH – Momen wukuf di Arafah merupakan puncak ibadah haji yang paling sakral. Namun tahun ini, pemerintah Arab Saudi memberlakukan kebijakan baru yang penting diperhatikan oleh seluruh jamaah, termasuk dari Indonesia.
Menteri Agama (Menag) RI Nasaruddin Umar mengumumkan bahwa otoritas Saudi secara resmi melarang kunjungan ke Jabal Rahmah selama prosesi wukuf. Larangan ini berlaku pada Rabu, 4 Juni 2025, dan bertujuan menjaga ketertiban serta keamanan jamaah di tengah cuaca ekstrem.
“Jamaah tidak diperkenankan keluar dari tenda mulai pukul 10 pagi hingga 4 sore waktu Arab Saudi. Termasuk tidak boleh mengunjungi Jabal Rahmah. Akan ada sweeping dari kepolisian,” tegas Nasaruddin di Makkah.
Jabal Rahmah adalah sebuah bukit bersejarah di Padang Arafah, diyakini sebagai tempat pertemuan Nabi Adam AS dan Siti Hawa. Biasanya, lokasi ini menjadi titik kunjungan favorit bagi jamaah haji dari seluruh dunia yang ingin memanjatkan doa.
Namun, untuk tahun ini, Pemerintah Saudi mengambil langkah tegas demi mencegah kerumunan besar dan potensi gangguan keamanan, apalagi suhu Makkah bisa menembus 50 derajat Celsius.
Selain pembatasan di Jabal Rahmah, pemerintah Indonesia juga telah berkoordinasi dengan otoritas Arab Saudi untuk menyesuaikan jadwal lontar jumrah. Tujuannya, melindungi jamaah dari paparan sinar matahari ekstrem.
“Jadwal lontar jumrah diatur di luar jam 06.00–10.00 waktu Arab Saudi, supaya jamaah tidak terpapar matahari setelah jam 10,” ujar Nasaruddin.
Meski dalam sejarah Nabi Muhammad SAW melakukan lontar jumrah setelah salat Subuh, pemerintah mengedepankan kemaslahatan dan keselamatan jamaah, khususnya lansia dan kelompok rentan.
Menteri Agama mengimbau seluruh jamaah untuk mematuhi arahan ini dan tetap berada di dalam tenda pada waktu yang ditentukan. Semua kebijakan ini diambil sebagai bagian dari upaya pemerintah memastikan ibadah berjalan aman, tertib, dan nyaman.
“Jangan memaksakan diri ke Jabal Rahmah. Semua ini demi keselamatan dan kelancaran ibadah haji kita bersama,” tutupnya.
Sebelumnya, Pemerintah Arab Saudi resmi menutup proses pemvisaan jamaah haji pada 26 Mei 2025 pukul 13.50 waktu Arab Saudi (WAS). Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) memastikan mayoritas kuota jamaah haji Indonesia telah selesai diproses dan siap diberangkatkan ke Tanah Suci.
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag Hilman Latief menyebut bahwa penutupan pemvisaan ini berlaku untuk seluruh jenis visa haji, termasuk haji reguler, haji khusus, visa mujamalah, dan lainnya.
“Saya telah mendapat konfirmasi dari Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi bahwa proses pemvisaan sudah resmi ditutup. Ini berlaku untuk semua jenis visa,” ujar Hilman saat konferensi pers di Jeddah, Rabu (28/5/2025)
Indonesia mendapatkan total kuota 221.000 jamaah, terdiri atas 203.320 jamaah haji reguler dan 17.680 jamaah haji khusus.
Menurut Hilman, Kemenag telah memproses 204.770 visa haji reguler, jumlah ini sedikit melebihi kuota karena adanya proses batal-ganti akibat jamaah yang mengundurkan diri.
“Meski kuotanya 203.320, visa yang diproses mencapai 204.770 karena ada jamaah yang batal berangkat, namun visanya sudah terbit,” jelas Hilman. Tercatat, 1.450 jamaah haji reguler batal berangkat, dan visanya digantikan oleh peserta lain.
Hingga penutupan proses visa, 203.279 visa jamaah reguler sudah terbit dan siap digunakan. Sementara, 41 visa lainnya masih dalam proses dan tidak dapat dilanjutkan akibat batas waktu yang telah berakhir.
“Kami berusaha memaksimalkan kuota agar semua terisi dan bisa berangkat,” ujar Hilman.
Untuk haji khusus, Indonesia mendapat jatah 17.680 kuota. Hingga saat penutupan, 17.532 visa haji khusus telah berhasil dicetak.
Proses pengajuan visa haji khusus dilakukan oleh enam Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) yang memiliki akses user ID e-Hajj. Keenam PIHK tersebut adalah:
1. PT Makassar Toraja Internasional
2. PT Patuna Mekar Jaya
3. PT Penata Rihlah
4. PT Aruna
5. PT Kafilah Maghfirah Wisata
6. PT Mega Citra Intinamandiri
Hilman menegaskan bahwa seluruh proses berjalan dalam pengawasan ketat agar kuota haji terserap maksimal, dan jamaah dapat beribadah dengan tenang dan aman.

Sebelumnya, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengaku prihatin dengan banyaknya jamaah yang menjadi korban akibat ingin berhaji tapi menggunakan visa non-haji. Mereka tidak diizinkan masuk Makkah, bahkan tidak sedikit yang dideportasi.
Yaqut menegaskan komitmennya pada pelindungan jamaah. Karena itu, dia akan menyiapkan sanksi berat untuk travel nakal tersebut.
Menurutnya, Menteri Haji Arab Saudi Taufiq F. Al Rabiah saat datang ke Indonesia sudah mengatakan bahwa pemerintahnya akan sangat serius terhadap jamaah yang tidak menggunakan visa haji resmi. Mereka akan dilarang untuk masuk mengikuti ibadah haji.
“Kita, Pemerintah Indonesia, juga sudah menyampaikan. Tapi masih ada beberapa yang nekat. Saya sudah perintahkan Pak Dirjen untuk melakukan tindakan tegas terhadap travel-travel yang seperti ini,” kata Yaqut, Selasa (11/6).
“Ada sanksi berat bagi travel-travel yang tetap nekat memberangkatkan jamaah dengan menggunakan visa di luar visa haji resmi,” sambungnya.
Yaqut menyampaikan, sanksi paling berat yang bisa dilakukan adalah mencabut izin travel. Namun, jika hanya mencabut izin, maka pelaku nantinya juga bisa membuat travel lagi. Karenanya, Menag tengah memikirkan upaya lain untuk mengatasi masalah berhaji dengan visa non-haji.
“Nanti kita kaji dan koordinasikan dengan pihak imigrasi agar tahun mendatang, visa non haji resmi tidak terbit pada musim haji,” jelasnya.
Yaqut menyadari bahwa semua warga negara berhak bepergian ke mana pun. Namun, perlu ada upaya agar korban jamaah berhaji dengan visa non haji tidak berulang.
“Concern kita ada pada pelindungan jamaah, supaya tidak ada jamaah yang menjadi korban lagi. Kasihan, kan, sudah sampai sini, lelah, dideportasi, dan tidak bisa masuk lagi selama 10 tahun. Kasihan. Saya kira itu,” sebutnya.
“Ini kasihan jamaah kita menjadi korban. Ini juga PR bagi pemerintah untuk memberikan sosialisasi kembali kepada seluruh masyarakat agar tidak menggunakan visa ini (non-haji). Karena ini saya kira harus menjadi concern bersama,” ungkapnya.
Di sisi lain, pelaksanaan mabit di Muzdalifah yang dilakukan sebagian jamaah haji Indonesia berpotensi menimbulkan polemik karena tidak sah dari sisi ibadah atau manasik. Pasalnya, pelaksanaan mabit dengan skema murur atau hanya melintas di Muzdalifah, tidak sesuai dengan panduan MUI.
Secara resmi Kementerian Agama (Kemenag) mengumumkan jadwal pelaksanaan murur. Rencananya pelaksanaan murur, berlangsung antara pukul 19.00 sampai 22.00 waktu setempat. Artinya sebagian jamaah yang mengikuti murur, melintas saja di Muzdalifah sebelum tengah malam. Padahal sesuai dengan aturannya, mabit di Muzdalifah dilalukan dengan cara berdiam diri di Muzdalifah hingga pergantian malam atau lewat pukul 00.00 waktu setempat.
“Kalau (murur) dilaksanakan pada jam tersebut (19.00 sampai 22.00 waktu setempat), bukan mabit,” kata Ketua MUI bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh di Jakarta pada Senin (10/6). Dia mengatakan, menurut mayoritas fuqaha hukum mabit di Muzdalifah dalam rangkaian ibadah haji adalah wajib.
Kemudian mabit di Muzdalifah ada ketentuan waktunya. Yaitu berdiam diri di Muzdalifah hingga tengah malam. Berdiam diri tersebut, boleh sebentar saja. Yang penting melewati tengah malam.
Dalam panduannya, MUI tidak mempersoalkan adanya skema murur atau hanya melintas di Muzdalifah saja. Pasalnya, kondisi di Muzdalifah saat ini cukup padat. Karena sedang ada proyek pembangunan toilet.
Dalam panduannya, MUI menyebut mabit di Muzdalifah adalah wajib. Jika tidak dilakukan, maka jamaah wajib membayar dam atas kesalahannya. Kemudian mabit di Muzdalifah bisa dilakukan dengan singkat, namun harus lewat tengah malam. Maka jamaah yang menggunakan layanan murur dan dilakukan setelah tengah malam maka mabitnya sah. Sebaliknya jika murur dilaksanakan sebelum tengah malam, atau jamaah sebelum tengah malam sudah meninggalkan Muzdalifah, maka mabitnya tidak sah.
MUI mengeluarkan panduan tersebut, sebenarnya atas permintaan Kemenag sendiri. Beberapa hari sebelum Ijtima Ulama MUI, sejumlah pejabat Kemenag berkunjung ke MUI. Mereka konsultasi mengenak pelaksanaan murur, yang baru dijalankan pemerintah Arab Saudi tahun ini.
Pengumuman jadwal murur untuk jamaah Indonesia, disampaikan oleh Direktur Bina Haji Kemenag Arsad Hidayat. “Waktu pelaksanaan murur mulai pukul 19.00 dan diharapkan selesai 22.00,” sebut Arsad.
Skema murur diprioritaskan bagi jamaah yang mengalami risiko tinggi (risti) secara medis, lanjut usia (lansia), disabilitas, berkursi roda, serta para pendamping jamaah (risti, lansia, disabilitas, dan berkursi roda).
Dia mengatakan, Kemenag telah mendiskusikan masalah murur dengan berbagai di Arab Saudi. Seperti baik Masyariq, Naqabah, maupun Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi. Di Indonesia, hal ini juga telah didiskusikan dengan sejumlah ormas, baik NU, Muhammadiyah, Persis, Al Wasliyah, dan lainnya. (disway/c1/abd)

Tags :
Kategori :

Terkait