Viral! Kepala Keamanan Pasar Induk Kramat Jati Diintimidasi Oknum Ormas, Pedagang Wajib Setor Upeti

Kamis 15 May 2025 - 20:35 WIB
Reporter : Agung Budiarto
Editor : Agung Budiarto

Oknum Anggota Ormas Minta Upeti
        JAKARTA – Tindakan intimidasi terhadap Kepala Keamanan Pasar Induk Kramat Jati, Teguh, kembali menjadi sorotan publik setelah viral di media sosial. Teguh diduga diintimidasi oleh seorang preman berkedok anggota organisasi kemasyarakatan (ormas) pada Selasa (13/5).
Insiden ini memicu kehebohan karena diduga berkaitan dengan praktik pungutan liar (pungli) terhadap pedagang kaki lima (PKL) yang berjualan di sekitar pasar. Video yang beredar memperlihatkan aksi premanisme yang diduga telah berlangsung selama bertahun-tahun
Sejumlah pedagang mengaku harus membayar “setoran” kepada oknum preman agar diizinkan berjualan. Salah satu PKL bernama Karsidi mengungkapkan bahwa dirinya dan pedagang lain dikenakan iuran bulanan hingga jutaan rupiah.
“Setiap bulan bayar Rp1 juta, dan tiap hari juga harus bayar Rp20 ribu. Kalau enggak setor, enggak boleh jualan,” ungkap Karsidi di Jakarta Timur, Selasa, 14 Mei 2025.
Karsidi menyebutkan, sedikitnya ada 150 pedagang yang mengalami hal serupa. Jika ditotal, jumlah pungutan yang dikumpulkan bisa mencapai Rp225 juta per bulan. Padahal, menurutnya, lahan tempat mereka berjualan adalah milik pemerintah daerah.
Ia juga menyoroti mahalnya biaya sewa lapak resmi di pasar tersebut, yang dianggap tidak terjangkau bagi pedagang kecil.
Eksploitasi terhadap pedagang kaki lima disebutnya sudah berlangsung selama puluhan tahun dan menjadi bagian dari realitas yang harus dihadapi para pedagang.
Meski keberatan, sebagian pedagang mengakui adanya “keuntungan” dari perlindungan yang diberikan oknum ormas. Mereka merasa aman dari penertiban jika sudah membayar setoran.
“Waktu ada operasi bersih-bersih, oknum ormas malah menghalangi petugas keamanan pasar yang mau membongkar lapak PKL,” lanjut Karsidi.
Bahkan, menurutnya, beberapa hari lalu kepala keamanan Pasar Induk Kramat Jati nyaris menjadi korban pemukulan saat hendak melakukan penertiban.
Kehadiran PKL yang tidak berizin dan dilindungi oleh oknum preman dinilai meresahkan pedagang resmi yang telah membayar retribusi ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Para pedagang berharap aparat berwenang segera bertindak tegas terhadap praktik premanisme dan pungli yang terus merugikan pedagang kecil dan mengganggu ketertiban pasar.
Jika Anda ingin versi berita ini disesuaikan untuk media sosial atau siaran pers, saya bisa bantu buatkan.
Sebelumnya, Polda Metro Jaya masih mendalami kasus dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh 22 orang diduga terafiliasi dengan sejumlah organisasi masyarakat (ormas) di kawasan Kembangan, Jakarta Barat.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi mengungkapkan bahwa para pelaku meminta pungutan Rp1 juta sampai Rp1,5 juta per bulan kepada pedagang kaki lima dan pegawai perkantoran, di luar biaya listrik dan kebersihan.
“Pihak kepolisian akan melakukan klarifikasi kepada pimpinan ormas terkait untuk memastikan apakah pungutan tersebut dilakukan atas instruksi pimpinan atau inisiatif sendiri,” ujar Ade Ary kepada media, Rabu (14/5/2025).
Ia menambahkan, pihaknya akan bekerja sama dengan masyarakat dan instansi terkait agar praktik pungli tidak terulang lagi di kemudian hari.
“Kami ajak masyarakat untuk turut aktif memberantas pungli, agar para pedagang bisa berjualan dengan aman dan nyaman,” katanya.
Sebelumnya, razia gabungan TNI-Polri dan Satpol PP digelar pada Selasa malam (13/5) di kawasan Puri Indah, Kembangan, Jakarta Barat. Dalam razia tersebut, sebanyak 22 orang preman yang terafiliasi dengan ormas GRIB, FBR, hingga kelompok Karang Taruna diamankan.
“Para pelaku diduga melakukan pungli terhadap pedagang kaki lima dan pegawai perkantoran,” lanjutnya.
Dari lokasi, polisi menyita sejumlah barang bukti seperti karcis retribusi dan buku catatan hasil pungutan. Modusnya, para pelaku memungut uang pangkal sebesar Rp1 juta, dilanjutkan dengan iuran bulanan Rp300 ribu–Rp500 ribu, serta pungutan harian untuk kebersihan dan listrik.
“Masyarakat sekitar Puri Indah merasa sangat resah dengan adanya pungutan seperti ini,” tegasnya.
Polda Metro Jaya mengimbau masyarakat untuk tidak segan melaporkan aksi premanisme ke pihak berwajib. “Silakan hubungi layanan gratis 110 jika menemukan praktik pungli atau tindakan premanisme lainnya,” tutup Ade Ary.
Tindak pemalakan kembali terjadi di kawasan Puri Indah, Kembangan, Jakarta Barat.

Sejumlah pedagang kaki lima (PKL) di daerah tersebut diduga menjadi korban pungutan liar oleh preman yang terafiliasi dengan sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas).
Tak tanggung-tanggung, mereka dipaksa untuk membayar uang pangkal sebesar Rp 1 juta dan biaya bulanan yang berkisar antara Rp 350.000 hingga Rp 400.000, tergantung luas lapak yang disewa.
Selain itu, para pedagang juga diminta untuk membayar uang kebersihan dan biaya listrik sebesar Rp 10.000 dua kali seminggu.
“Modusnya sangat meresahkan. Preman-prema ini mengklaim mereka mewakili ormas-ormas tertentu,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, dalam konferensi pers pada Rabu, 14 Mei 2025.
Namun, pihak kepolisian tidak tinggal diam. Setelah menerima laporan dari masyarakat, pihaknya langsung bergerak cepat dengan menangkap 22 preman yang terafiliasi dengan ormas GRIB, FBR, dan Karang Taruna dalam sebuah razia di kawasan Puri Indah.
“Kami sedang mendalami kasus ini lebih lanjut untuk menentukan status hukum para tersangka,” lanjut Ade.
Polisi juga menegaskan bahwa segala bentuk premanisme harus diberantas, dan masyarakat diminta untuk tidak takut melapor jika menjadi korban pungutan liar seperti ini.
Ade menambahkan, “Ini adalah bentuk kejahatan yang merugikan masyarakat dan akan terus kami tindak tegas.”
Kehadiran preman yang mengklaim sebagai perwakilan ormas ini menambah beban bagi pedagang kecil yang sudah berjuang untuk bertahan hidup.
Di sisi lain, praktik pungutan liar ini jelas melanggar hukum dan merusak iklim usaha yang sehat di Jakarta. Sebagian besar pedagang mengaku terpaksa membayar karena takut ancaman kekerasan atau pembubaran lapak mereka jika menolak. (disway/c1/abd)

Tags :
Kategori :

Terkait