JAKARTA – Polda Metro Jaya masih mendalami kasus dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh 22 orang diduga terafiliasi dengan sejumlah organisasi masyarakat (ormas) di kawasan Kembangan, Jakarta Barat.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi mengungkapkan bahwa para pelaku meminta pungutan Rp1 juta sampai Rp1,5 juta per bulan kepada pedagang kaki lima dan pegawai perkantoran, di luar biaya listrik dan kebersihan.
“Pihak kepolisian akan melakukan klarifikasi kepada pimpinan ormas terkait untuk memastikan apakah pungutan tersebut dilakukan atas instruksi pimpinan atau inisiatif sendiri,” ujar Ade Ary kepada media, Rabu (14/5/2025).
Ia menambahkan, pihaknya akan bekerja sama dengan masyarakat dan instansi terkait agar praktik pungli tidak terulang lagi di kemudian hari.
“Kami ajak masyarakat untuk turut aktif memberantas pungli, agar para pedagang bisa berjualan dengan aman dan nyaman,” katanya.
Sebelumnya, razia gabungan TNI-Polri dan Satpol PP digelar pada Selasa malam (13/5) di kawasan Puri Indah, Kembangan, Jakarta Barat. Dalam razia tersebut, sebanyak 22 orang preman yang terafiliasi dengan ormas GRIB, FBR, hingga kelompok Karang Taruna diamankan.
“Para pelaku diduga melakukan pungli terhadap pedagang kaki lima dan pegawai perkantoran,” lanjutnya.
Dari lokasi, polisi menyita sejumlah barang bukti seperti karcis retribusi dan buku catatan hasil pungutan. Modusnya, para pelaku memungut uang pangkal sebesar Rp1 juta, dilanjutkan dengan iuran bulanan Rp300 ribu–Rp500 ribu, serta pungutan harian untuk kebersihan dan listrik.
“Masyarakat sekitar Puri Indah merasa sangat resah dengan adanya pungutan seperti ini,” tegasnya.
Polda Metro Jaya mengimbau masyarakat untuk tidak segan melaporkan aksi premanisme ke pihak berwajib. “Silakan hubungi layanan gratis 110 jika menemukan praktik pungli atau tindakan premanisme lainnya,” tutup Ade Ary.
Tindak pemalakan kembali terjadi di kawasan Puri Indah, Kembangan, Jakarta Barat.
Sejumlah pedagang kaki lima (PKL) di daerah tersebut diduga menjadi korban pungutan liar oleh preman yang terafiliasi dengan sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas).
Tak tanggung-tanggung, mereka dipaksa untuk membayar uang pangkal sebesar Rp 1 juta dan biaya bulanan yang berkisar antara Rp 350.000 hingga Rp 400.000, tergantung luas lapak yang disewa.
Selain itu, para pedagang juga diminta untuk membayar uang kebersihan dan biaya listrik sebesar Rp 10.000 dua kali seminggu.
“Modusnya sangat meresahkan. Preman-prema ini mengklaim mereka mewakili ormas-ormas tertentu,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, dalam konferensi pers pada Rabu, 14 Mei 2025.
Namun, pihak kepolisian tidak tinggal diam. Setelah menerima laporan dari masyarakat, pihaknya langsung bergerak cepat dengan menangkap 22 preman yang terafiliasi dengan ormas GRIB, FBR, dan Karang Taruna dalam sebuah razia di kawasan Puri Indah.
“Kami sedang mendalami kasus ini lebih lanjut untuk menentukan status hukum para tersangka,” lanjut Ade.
Polisi juga menegaskan bahwa segala bentuk premanisme harus diberantas, dan masyarakat diminta untuk tidak takut melapor jika menjadi korban pungutan liar seperti ini.
Ade menambahkan, “Ini adalah bentuk kejahatan yang merugikan masyarakat dan akan terus kami tindak tegas.”
Kehadiran preman yang mengklaim sebagai perwakilan ormas ini menambah beban bagi pedagang kecil yang sudah berjuang untuk bertahan hidup.
Di sisi lain, praktik pungutan liar ini jelas melanggar hukum dan merusak iklim usaha yang sehat di Jakarta. Sebagian besar pedagang mengaku terpaksa membayar karena takut ancaman kekerasan atau pembubaran lapak mereka jika menolak. (disway/c1/abd)
Kategori :