Pemda di Lampung Masih Tergantung Pemerintah Pusat

Kamis 01 May 2025 - 21:03 WIB
Reporter : Prima Imansyah Permana
Editor : Yuda Pranata

BANDARLAMPUNG - Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal menyoroti ketimpangan dalam struktur belanja daerah, pertumbuhan ekonomi, kondisi fiskal yang masih bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat, yakni dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK), dan dana bagi hasil (DBH).

Hal tersebut disampaikan Mirza –sapaan akrabnya– saat memaparkan sejumlah tantangan fiskal yang dihadapi Lampung dalam upaya meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dalam rapat kerja dan rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi II DPR RI dan Menteri Dalam Negeri di Jakarta pada Selasa (29/4).

Kata Mirza, meski masih tergantung transfer dari pusat, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung terus memperkuat percepatan pembangunan sebagai upaya konkret mewujudkan visi ’’Lampung Maju".

Dia mengakui meskipun Lampung memiliki potensi ekonomi dan demografi yang besar, realisasi PAD masih tergolong rendah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

BACA JUGA:881 Koperasi Merah Putih Telah Terbentuk di Lampung

’’Lampung merupakan provinsi terpadat kedua di Sumatera setelah Sumatera Utara dengan jumlah penduduk mencapai 9,4 juta jiwa. Namun, pertumbuhan ekonomi kami dalam beberapa tahun terakhir tidak pernah melampaui rata-rata nasional,” ujar Mirza.

Dilanjutkannya, produk domestik regional bruto (PDRB) Lampung pada 2024 tercatat sebesar Rp483,8 triliun dan menjadi yang keempat terbesar di Pulau Sumatera.

Tiga sektor utama yang menopang PDRB tersebut adalah pertanian, industri pengolahan, dan perdagangan yang menyumbang sebesar 59,39 persen.

Meskipun demikian, Mirza mengungkapkan, rasio Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) terhadap jumlah penduduk di Lampung merupakan yang terendah di Sumatera.

“Total APBD seluruh kabupaten dan kota di Lampung mencapai sekitar Rp 32 triliun, namun hanya sekitar 6 persen berasal dari PAD. Di tingkat provinsi, PAD tahun 2024 mencapai 59 persen dari total APBD sebesar Rp 8,3 triliun,” ucapnya.

Mirza juga menyampaikan, dari 15 kabupaten/kota di Lampung, sebanyak 10 hingga 11 daerah memiliki PAD di bawah 10 persen, bahkan ada yang hanya mencapai 3 persen. “Ekonomi hidup, tetapi PAD kami kecil,” tambahnya.

Dirinya menyoroti ketimpangan dalam struktur belanja daerah, khususnya belanja pegawai yang menyerap porsi besar dari anggaran daerah.

“Ada satu kabupaten yang belanja pegawainya mencapai 80 persen dari total APBD. Bahkan setelah mengikuti kewajiban mandatori, total belanjanya menjadi 105 persen, sehingga tidak ada ruang untuk belanja lainnya,” katanya.

Kondisi ini, menurutnya, menyebabkan sebagian besar kondisi fiskal pemerintah daerah di Lampung sangat bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat, yakni DAU, DAK, dan DBH.

“Dari total belanja daerah sebesar Rp 7,5 triliun, hanya sekitar Rp 1,2 triliun yang bisa dialokasikan untuk belanja modal, sementara kebutuhan daerah sangat besar, termasuk untuk infrastruktur jalan sepanjang 1.700 kilometer dan pelayanan kepada 9,4 juta penduduk,” jelasnya.

Tags :
Kategori :

Terkait