’’Ini bentuk intimidasi menyeluruh. Sangat merusak dialog dan kerja sama dalam pemberantasan narkotika. AS tidak bisa lepas tangan dengan cara menyalahkan pihak lain. Intimidasi bukan jalan penyelesaian terhadap Tiongkok,” ujarnya.
Sejak masa pemerintahan Trump, AS telah menerapkan tarif hingga 245% terhadap produk Tiongkok. Sebagai balasan, Tiongkok juga menaikkan tarif hingga 125% terhadap produk asal AS. Akibat memanasnya perang dagang antara dua negara ekonomi terbesar dunia itu, Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2025 hanya akan mencapai 2,8%.
Trump sempat memberi jeda tarif selama 90 hari kepada beberapa negara lain yang bersedia bernegosiasi, tetapi Tiongkok tidak termasuk dalam pengecualian tersebut. Sebaliknya, Beijing merespons dengan menaikkan tarif tambahan serta memberlakukan kebijakan ekonomi strategis lainnya, termasuk pembatasan ekspor mineral tanah jarang dan pengajuan gugatan terhadap AS ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). (beritasatu.com/c1)