Ojol Ancam Demo Keras dan Brutal 20 Mei, Ini 3 Tuntutan untuk Presiden Prabowo

Senin 21 Apr 2025 - 20:32 WIB
Reporter : Agung Budiarto
Editor : Agung Budiarto

Sampaikan Tuntutan ke Presiden Prabowo
JAKARTA – Asosiasi Pengemudi Transportasi dan Jasa Daring Garda Indonesia mengancam menggelar aksi demonstrasi besar-besaran secara ’’keras dan brutal” pada 20 Mei 2025, jika pemerintah tidak segera menanggapi tiga tuntutan utama mereka.
Ketua Umum Garda Indonesia Raden Igun Wicaksono menyatakan bahwa aksi ini merupakan bentuk kekesalan para pengemudi ojek online (ojol) dan kurir online (kurol) atas sikap aplikator asing yang dianggap semakin merugikan.
“Ada tiga tuntutan utama yang kami sampaikan langsung kepada Presiden Prabowo Subianto,” ujar Igun, Senin (21/4/2025).
Tuntutan pertama, kata Igun, adalah permintaan adanya payung hukum komprehensif bagi pengemudi ojol dan kurol.
Kedua, Garda Indonesia mendesak pemerintah merevisi potongan biaya aplikasi oleh platform, agar dibatasi maksimal 10 persen.
Sementara tuntutan ketiga adalah penertiban regulasi tarif, serta penghapusan sistem tarif murah seperti aceng, slot, dan double order yang dinilai sangat merugikan pengemudi.
“Harapan kami Presiden Prabowo mendengarkan tuntutan ini dan menerapkannya secara nasional, agar aksi keras dari pengemudi yang sudah habis kesabaran tidak perlu terjadi,” tegas Igun.
Ia menyebut, mayoritas pengemudi sudah tidak tahan dengan arogansi aplikator besar, terutama yang kini dimiliki oleh investor asing. Menurut Igun, platform yang dulunya dirintis oleh anak bangsa kini lebih mementingkan keuntungan dengan memberlakukan tarif murah ekstrem.
“Perusahaan-perusahaan ini berlomba-lomba menekan tarif dengan dalih perang harga, padahal dampaknya sangat menyengsarakan pengemudi,” lanjutnya.
Igun juga menyoroti pelanggaran terhadap ketentuan potongan biaya aplikasi. Awalnya potongan ditetapkan 15 persen melalui Kepmenhub KP 667/2022, lalu diubah menjadi 20 persen lewat KP 1001/2022. Namun faktanya, potongan yang diterapkan bisa mencapai hampir 50 persen.
“Ditambah lagi dengan skema tarif murah seperti aceng, slot, dan double order, yang membuat pengemudi terpaksa mengikuti agar bisa tetap mendapat order,” ujarnya.
Ia menilai, pengemudi yang menolak ikut skema tersebut tidak akan mendapat order, sehingga mereka dipaksa bekerja di bawah tekanan dengan tarif yang tak layak.
Akibatnya, kata Igun, Garda Indonesia menyatakan sudah tidak bisa lagi bekerja sama dengan aplikator asing yang tidak menghormati hak-hak pengemudi.
“Maka dari itu, sikap kami adalah Perlawanan Keras dan Brutal terhadap perusahaan-perusahaan platform asing yang arogan dan melanggar regulasi pemerintah,” pungkasnya. (disway/c1/abd)

Tags :
Kategori :

Terkait