Dokter Kandungan Terduga Pelaku Pelecehan Seksual di Garut Ditangkap Polisi

Rabu 16 Apr 2025 - 20:26 WIB
Reporter : Farabi
Editor : Farabi

JAKARTA – Kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan dr. MSF, Sp.O.G., kini memasuki proses hukum.
Kejadian ini kali pertama mencuat di media sosial setelah beredarnya rekaman CCTV yang memperlihatkan tindakan tak pantas saat pemeriksaan USG terhadap seorang ibu hamil di sebuah klinik di Garut.
Menurut Asisten Deputi Bidang Penyediaan Layanan Perempuan Korban Kekerasan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Ratna Oeni Cholifah, praktik tidak pantas itu diduga telah dilakukan berulang kali dengan dalih memberikan layanan USG gratis.
“Beberapa bulan lalu (2024), pelaku bahkan sempat ditonjok oleh suami pasien, namun kasus itu berakhir damai,” ujar Ratna pada 16 April 2025. “Sekarang kasus ini kembali mencuat karena jumlah korban yang diduga banyak.”
Ratna menegaskan bahwa MSF sudah tidak lagi praktik di Klinik Karya Harsa, Anisa Queen, maupun RSUD Malangbong. Ia juga mengonfirmasi bahwa pelaku telah diamankan oleh Polres Garut.
Pihak Kementerian PPPA terus berkoordinasi dengan dinas terkait untuk memastikan korban mendapat perlindungan dan pendampingan. “Proses penjangkauan korban untuk asesmen sedang berjalan,” lanjutnya.
Sementara itu, LBH Padjadjaran telah membuka posko pengaduan sejak 15 April 2025. Namun hingga kini, belum ada laporan resmi dari korban.
Dirreskrimum Polda Jawa Barat, Kombes Surawan, mengatakan bahwa polisi masih mendalami kasus ini. “Dokter sudah diamankan. Saat ini, kami sudah mengidentifikasi dua korban,” ujarnya, Selasa (15/4).
Kasatreskrim Polresta Garut, AKP Joko Prihatin, menambahkan bahwa pihaknya sedang memeriksa Wakil Direktur klinik tempat kejadian. “Kami masih mengumpulkan keterangan dari saksi dan mencari korban, meskipun belum ada laporan resmi masuk,” kata Joko.
Meski demikian, penyelidikan tetap berlanjut meskipun belum ada laporan dari korban. “Karena ini viral dan ada dugaan tindak pidana, kami tetap melanjutkan penyelidikan,” tegasnya.
Dari sisi administratif, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga telah mengambil langkah tegas. “Kami telah berkoordinasi dengan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) untuk menonaktifkan sementara Surat Tanda Registrasi (STR) dokter yang bersangkutan,” ujar Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, Aji Muhawarman.
Kasus ini masih dalam proses pengembangan dan investigasi lebih lanjut oleh berbagai pihak terkait.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi meminta izin praktik dan gelar dr MSF, SpOG di Garut yang diduga melakukan pelecehan seksual kepada para pasiennya.
“Kalau dokter lecehkan pasien di Garut, kan dokter ada komite etiknya. Ya berhentikan saja, cabut izin praktik dokternya, kenapa harus susah. Bila perlu perguruan tinggi yang meluluskan dokter itu mencabut gelar dokternya,” kata Dedi di Gedung Pakuan Bandung, Selasa, 15 April 2025.
Hal ini sebagai tindakan tegas, terlebih dokter merupakan profesi yang memiliki kode etik dan harus mengambil sumpah sebelum bisa berpraktik.
Sebagaimana beredar di media sosial, terduga pelaku diketahui merupakan lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.
“Hasil penelusuran identitasnya menunjukkan memang benar mengarah ke alumni program spesialis di Fakultas Kedokteran Unpad,” ungkap Kepala Kantor Komunikasi Publik Unpad Dandi Supriadi dalam keterangannya kepada Disway, 16 April 2025.
Kendati demikian, “Bila merujuk ke video yang beredar yang tidak secara jelas menunjukkan wajah terduga pelaku, Unpad tidak memastikan hal tersebut dan tetap menunggu hasil penyelidikan resmi dan pembuktian dari pihak kepolisian,” lanjutnya.
Dandi mengaku prihatin atas rentetan kasus yang melanggar kode etik profesi oleh oknum tenaga medis, salah satunya kasus pencabulan dokter di Garut ini.
“Unpad menyayangkan dan tidak menolerir semua tindakan yang terjadi di mana pun, yang telah nyata mencoreng kode etik dan sumpah jabatan profesi kedokteran, seperti yang diduga terjadi,” tuturnya.
Adapun terkait permintaan Dedi untuk mencabut gelar dokter MSF, Dandi menegaskan bahwa hal ini bukan merupakan kewenangan pihak kampus.
Mengingat oknum tersebut telah lulus dan bekerja sebagai profesional ketika melakukan pelanggaran.
“Kasus ini sudah di luar kewenangan Unpad atau kampus lainnya tempat yang bersangkutan menempuh pendidikan sebelumnya. Dengan kata lain, kasus yang terjadi sudah di luar ranah institusi pendidikan,” tandasnya.
Dijelaskannya, dalam hal pembuktian dan pemberian sanksi hukum dilakukan oleh aparat penegak hukum, sebagaimana kini telah berlangsung di kepolisian.
Sementara sanksi profesi, seperti pembinaan dan pemecatan menjadi kewenangan dari pihak rumah sakit dan organisasi profesi setempat.
“Apabila pelaku yang terbukti bersalah adalah benar orang yg dimaksud (alumni Unpad), sudah bukan ranah Unpad lagi untuk terlibat. Masalah pencabutan gelar profesi dilakukan oleh IDI atau organisasi profesi setempat yang relevan,” tandasnya.
Adapun pihaknya juga terus mengevaluasi kurikulum serta peraturan etika pendidikan di kampus agar tetap relevan dengan kondisi saat ini, termasuk mencegah kejadian serupa.
Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Aji Muhawarman mengatakan bahwa pihaknya telah mengajukan penonaktifan Surat Tanda Registrasi (STR) dr. MSF.
“Kemenkes sudah koordinasi dengan KKI untuk nonaktifkan sementara STR-nya sambil menunggu investigasi lebih lanjut,” kata Aji dalam pesan singkat di Jakarta, 15 April 2025 kemarin.
Setelah STR dinonaktifkan oleh KKI (Konsil Kesehatan Indonesia), secara otomatis Surat Izin Praktik (SIP) milik dokter tersebut dicabut. (disway/c1/abd)

Tags :
Kategori :

Terkait