Kemenkes Hentikan Sementara Program Residen Anestesi RSHS Imbas Kasus Kekerasan Seksual

Kamis 10 Apr 2025 - 20:47 WIB
Reporter : Agung Budiarto
Editor : Agung Budiarto

JAKARTA – Anggota Komisi VIII DPR RI Maman Imanul Haq dengan tegas mendesak pencabutan gelar dokter terhadap PAP (31), seorang residen anestesi dari Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (FK Unpad), yang menjadi tersangka dalam kasus dugaan pemerkosaan terhadap pasien dan penunggu pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung.
Menurut Maman, tindakan yang dilakukan oleh PAP merupakan bentuk kejahatan luar biasa yang tidak hanya mencoreng institusi medis, tetapi juga mencederai rasa aman masyarakat terhadap pelayanan kesehatan.
“Ini tindakan kriminal luar biasa yang dilakukan seorang dokter kepada penunggu pasien dan dua pasien di rumah sakit. Statusnya sebagai mahasiswa PPDS telah berakhir dan saya minta agar gelar dokternya juga dicabut serta dilarang praktik sebagai dokter,” tegasnya dalam keterangan resmi, Kamis, 10 April 2025.
Politisi PKB itu menyatakan bahwa profesi kedokteran tidak boleh ditoleransi untuk disalahgunakan oleh oknum yang menyalahgunakan kepercayaan publik.
 “Jangan sampai dokter mesum kriminal seperti itu tetap berpraktik. Tindakan ini merusak profesi dokter. Karier dokternya harus selesai cukup sampai di sini,” lanjut Maman.
Ia juga meminta agar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) segera mencabut keanggotaan PAP, sebagai bentuk ketegasan atas pelanggaran etik dan hukum yang dilakukan.
Lebih jauh, Maman menyoroti modus pelaku yang disebut telah mempelajari kondisi psikologis korban—baik pasien maupun penunggu pasien—yang berada dalam kondisi lemah secara mental dan fisik. Menurutnya, ketidakberdayaan inilah yang dimanfaatkan pelaku untuk melancarkan aksi bejatnya.
“Bayangkan saja, masyarakat datang ke rumah sakit untuk mencari pengobatan atau menemani keluarga yang sakit, tapi malah mendapat tindakan perkosaan. Di mana akal sehat yang membenarkan tindakan seperti itu?” ujarnya geram.
Selain mengamati kondisi psikologis korban, pelaku juga diduga telah mempelajari situasi rumah sakit dan memilih waktu serta tempat yang dianggap paling memungkinkan untuk melancarkan aksi kejahatannya.
 “Pemeriksaan secara menyeluruh harus dilakukan oleh rumah sakit untuk mengetahui apakah ada pihak yang terlibat dan memperketat pengawasan agar tidak ada celah bagi tindakan kejahatan seksual,” tegas Maman.
Sebagai informasi, PAP kini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian.
Ia dijerat dengan pasal tindak pidana pemerkosaan dan terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara.
Aksi bejatnya diduga dilakukan di salah satu ruangan lantai 7 gedung RSHS pada pertengahan Maret 2025, dengan modus berpura-pura melakukan pemeriksaan darah terhadap korban.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memerintahkan penghentian sementara kegiatan residensi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesiologi dan Terapi Intensif di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
Langkah ini diambil menyusul mencuatnya kasus pemerkosaan yang diduga dilakukan oleh salah satu mahasiswa PPDS Anestesi Universitas Padjadjaran (Unpad) terhadap pendamping pasien di rumah sakit tersebut.
Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik Kemenkes, Aji Muhawarman, mengatakan penghentian ini berlaku selama satu bulan untuk memberi waktu evaluasi dan pembenahan sistem pengawasan dan tata kelola bersama Fakultas Kedokteran Unpad.
“Kemenkes telah menginstruksikan Direktur Utama RSUP Hasan Sadikin untuk menghentikan sementara aktivitas residensi PPDS Anestesiologi dan Terapi Intensif selama satu bulan, guna dilakukan evaluasi dan perbaikan tata kelola,” ujar Aji dalam keterangannya, Rabu, 9 April 2025.
Selain itu, Kemenkes juga meminta Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) mencabut Surat Tanda Registrasi (STR) milik terduga pelaku berinisial PAP, yang secara otomatis akan membatalkan Surat Izin Praktik (SIP) yang dimiliki.
“Saat ini, PAP sudah dikembalikan ke Unpad dan diberhentikan sebagai mahasiswa,” tambah Aji.
Pihak Unpad menyatakan siap memberikan sanksi akademik kepada yang bersangkutan, sementara proses hukum tengah berjalan di bawah penanganan Polda Jawa Barat.
Aji turut menyampaikan keprihatinan mendalam atas insiden ini dan menyesalkan terjadinya dugaan kekerasan seksual oleh tenaga medis.
Kasus ini terjadi pada pertengahan Maret 2025 namun baru ramai diperbincangkan di media sosial setelah diunggah oleh akun Instagram @ppdsgramm pada 8 April 2025. Dalam unggahan tersebut, disebutkan bahwa dua residen PPDS Anestesi Unpad diduga memperkosa pendamping pasien dengan modus pemeriksaan laboratorium (cross match) dan penggunaan obat bius.
Namun pihak Universitas Padjadjaran mengklarifikasi bahwa pelaku hanya satu orang.
“Benar ada insiden yang melibatkan satu residen, bukan dua seperti yang beredar di media sosial. Pelaku merupakan mahasiswa kami,” ujar Kepala Kantor Komunikasi Publik Unpad, Dandi Supriadi, saat dikonfirmasi pada 9 April 2025.
Unpad dan RSHS juga menyatakan telah memberikan dukungan dan pendampingan kepada korban. Korban saat ini berada dalam perlindungan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polda Jawa Barat.
“Unpad dan RSHS mendukung penuh proses hukum yang dilakukan Polda Jabar,” tutup Dandi
Sebelumnya Universitas Padjadjaran (Unpad) angkat bicara mengenai kabar yang beredar terkait dugaan kekerasan seksual di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
Melalui Kepala Kantor Komunikasi Publik Dandi Supriadi, Unpad menepis informasi yang menyebutkan dua mahasiswa Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) dari Fakultas Kedokteran Prodi Anestesi sebagai pelaku.
“Faktanya, hanya satu orang residen yang diduga terlibat, bukan dua seperti yang ramai diberitakan di media sosial,” ujar Dandi saat dikonfirmasi Disway pada Rabu, 9 April 2025.
Menurut Dandi, insiden tersebut terjadi pada pertengahan Maret 2025. Unpad bersama RSHS telah menerima laporan dan menindaklanjuti kasus ini sesuai prosedur. Ia menegaskan bahwa pihak universitas menentang segala bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual, baik di lingkungan kampus maupun fasilitas layanan kesehatan.
Lebih lanjut, Dandi menyebut korban telah melaporkan kejadian ini kepada Polda Jawa Barat. Proses hukum kini sedang berjalan di bawah penanganan aparat kepolisian.
“Unpad dan RSHS berkomitmen untuk mengawal proses ini secara tegas, adil, dan transparan. Kami akan memastikan langkah-langkah yang diperlukan diambil guna menegakkan keadilan bagi korban, serta menciptakan lingkungan yang aman,” tuturnya.
Sebagai bentuk dukungan, Unpad dan RSHS juga telah memberikan pendampingan kepada korban selama proses pelaporan. Korban kini berada dalam perlindungan Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polda Jawa Barat.
“Kami mendukung penuh proses penyelidikan yang sedang berlangsung dan akan terus memantau agar kasus ini ditangani secara menyeluruh,” tambah Dandi.
Kasus ini menjadi perhatian publik setelah mencuatnya informasi tentang dugaan keterlibatan mahasiswa PPDS Unpad dalam tindak kekerasan seksual. Dengan adanya klarifikasi resmi dari pihak universitas, diharapkan masyarakat memperoleh informasi yang lebih akurat dan tidak termakan isu yang simpang siur. (disway/c1/abd)

Tags :
Kategori :

Terkait