Dilema Moral dalam Pendidikan dan Politik

Rabu 26 Mar 2025 - 15:55 WIB
Editor : Yuda Pranata

Maraknya korupsi di Indonesia tentu menimbulkan pertanyaan kritis, di mana letak kesalahannya. Mungkin tidak salah jika kita mencoba untuk mencermati sistem pendidikan kita.

Sebab, pendidikan merupakan upaya untuk mem­bangun peradaban (Ki Hadjar Dewantara) dan memanusiakan manusia (Dick Hartoko). 

Jika kita lihat dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun 2003 yang masih berlaku sampai sekarang. 

Dijelaskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, mandiri, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam UU tersebut, jelas bahwa pendidikan moral (akhlak mulia) dan karakter menjadi prioritas.

Meskipun dalam perjalanannya terjadi pergantian kurikulum, mulai Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) tahun 2004, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) tahun 2006, Kurikulum 2013 (K-13), sampai Kurikulum Merdeka, semuanya tetap mengacu pada tujuan pendidikan yang tercantum dalam UU Sisdiknas Tahun 2003. 

Mulianya tujuan pendidikan tidak sebanding dengan hasilnya karena moral dan karakter bangsa tidak makin baik, tetapi justru malah menampilkan hal yang sebaliknya. Ibaratnya, moral bangsa makin jauh panggang dari api. Jika kondisi seperti itu terus belangsung, tujuan bernegara  mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial sulit tercapai. 

Kondisi seperti itu perlu dikaji secara lebih mendalam dan serius untuk menemukan akar masalah dan solusinya. Pendidikan merupakn sistem yang meliputi input, proses, dan output, yang memiliki hubungan kausalitas. 

Input yang baik jika disertai dengan proses yang baik akan menghasilkan output yang baik. Begitu juga sebaliknya, jika input jelek yang disertai dengan proses yang jelek, juga akan menghasilkan output yang jelek.

Input dalam pendidikan adalah siswa dengan berbagai karakter dan budayanya. Sebagian besar mereka yang saat ini terlibat kurupsi termasuk generasi X yang lahir sekitar tahun 1960-an dan sebagian lagi adalah generasi Y yang lahir sekitar tahun 1980-an.  Jika dikaitkan dengan kurikulum pendidikan, mereka dididik dengan kurikulum 1968, 1975, sampai kurikulum 1984.

Dalam Kurikulum 1968 dijelaskan bahwa tujuan pendidikan adalah membentuk manusia Pancasila sejati, kuat secara jasmani, menjunjung tingkat kecerdasan, serta keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan beragama.

Dalam kurikulum tersebut, jelas ditegaskan bahwa tujuan pendidikan adalah membentuk manusia Pancasila yang berarti bermoral.

Pada kurikulum 1984, penguatan pendidikan moral terus dilakukan dengan memasukkan mata pelajaran baru, yaitu pendidikan sejarah perjuangan bangsa (PSPB), pendidikan moral Pancasila (PMP), dan penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). 

Jika dilihat dari kurikulumnya, mereka yang saat ini melakukan korupsi sebenarnya telah memperoleh pendidikan moral dan karakter yang kuat. Oleh karena itu, di tengah krisis moral saat ini, muncul wacana kembali ke PMP dan P4 sebagai pendidikan moral dan karakter. 

Namun, mereka juga hidup di zaman Orde Baru yang menyaksikan gencarnya pem­bangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi.

Era Orde Baru adalah era yang mengejar pertumbuhan ekonomi  melalui kebijakan trilogi pembangunan, yaitu pemerataan hasil pembangunan, pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dan stabilitas nasional. 

Selain memperoleh pendidikan moral dan karakter yang baik, mereka juga melihat dan merasakan adanya korupsi, yang belangsung sampai tahun 1998.

Tags :
Kategori :

Terkait

Terpopuler

Jumat 09 May 2025 - 22:01 WIB

Iklan Baris 13 Mei 2025

Jumat 09 May 2025 - 20:32 WIB

Tujuh Manfaat Biji Pepaya

Jumat 09 May 2025 - 20:31 WIB

Manfaat Pisang untuk Ibu Hamil

Jumat 09 May 2025 - 20:56 WIB

Gubernur Tetapkan Aturan Baru SPMB 2025