PEKANBARU – Sebanyak 73 pekerja migran Indonesia (PMI) dideportasi dari Malaysia melalui Pelabuhan Internasional Dumai pada Sabtu (15/3).
PMI yang dideportasi ini terdiri dari 58 pria dan 15 wanita, yang semuanya telah menjalani hukuman di Depot Tahanan Imigresen Kemayan, Pahang, Malaysia.
Dalam proses pemulangan ini, salah satu PMI terindikasi mengidap penyakit menular yang serius. Setelah dilakukan pemeriksaan kesehatan oleh petugas Balai Kekarantinaan Kesehatan Pelabuhan (KKP), diketahui bahwa salah satu PMI yang dideportasi mengalami gatal-gatal kronis.
BACA JUGA:Tim 8 Prabowo Percepat Pembentukan Kopdes
Diagnosis awal dari Balai Karantina mengarah pada penyakit cacar infeksi atau yang lebih dikenal dengan sebutan cacar monyet. "Ada satu orang yang mengalami gatal-gatal kronis. Diagnosis sementara dari Balai Karantina mengarah pada cacar monyet," ungkap Kepala Balai Pelindungan dan Pelayanan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Riau, Fanny, pada Minggu (16/3/2025).
Saat ini, PMI yang terindikasi cacar monyet sedang menjalani pemeriksaan lanjutan oleh pihak medis untuk memastikan kondisi kesehatannya.
Selain kasus cacar monyet, mayoritas PMI yang dideportasi mengalami keluhan kesehatan berupa penyakit kulit ringan, yang tidak memerlukan perhatian medis lebih lanjut.
"Seluruh PMI yang dideportasi, selain yang terindikasi cacar monyet, sebagian besar mengalami sakit kulit ringan yang tidak memerlukan penanganan khusus," kata Fanny.
Seluruh PMI ilegal yang dideportasi ini selanjutnya menjalani pemeriksaan kelengkapan dokumen oleh petugas imigrasi di Kota Dumai.
Dari jumlah total 73 PMI tersebut, empat di antaranya adalah anak-anak dengan rincian, satu anak berusia 11 bulan, satu anak berusia 13 tahun, satu anak berusia 4 tahun, dan satu anak lainnya berusia 3 tahun.
Saat ini, semua PMI yang dideportasi tersebut ditempatkan di pos P4MI Kota Dumai untuk sementara waktu, hingga jadwal pemulangan mereka ke daerah asal masing-masing diproses.
Berdasarkan data, 32 orang PMI berasal dari Jawa Timur, 13 dari Aceh, 6 dari Sumatera Utara, dan 3 orang dari Jambi, Sulawesi Tengah, serta Jawa Barat.
Selain itu, dua orang berasal dari Riau dan Kalimantan Barat, serta masing-masing satu orang dari NTT, Jawa Tengah, Kepulauan Riau, Sulawesi Selatan, dan Banten.
"BP3MI Riau mengingatkan bahaya bekerja di luar negeri secara ilegal atau tidak prosedural. Negara melalui Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia terus berkomitmen untuk melayani dan melindungi para Pekerja Migran Indonesia," tambah Fanny, menegaskan pentingnya kesadaran akan prosedur yang tepat dalam bekerja di luar negeri.
Pemulangan ini juga menjadi pengingat bagi masyarakat agar tidak tergiur untuk bekerja di luar negeri tanpa mematuhi aturan yang berlaku, guna menghindari risiko yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan mereka. (beritasatu/c1/yud)