Sektor Industri Kreatif Harus Dilibatkan

Jumat 08 Dec 2023 - 22:08 WIB
Reporter : Prima Imansyah Permana
Editor : Agung Budiarto

Rumuskan Pasal Tembakau di RPP Kesehatan 

JAKARTA - Dampak negatif dari pasal-pasal tembakau yang terdapat pada Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan mendapat sorotan serius dari berbagai pihak. Salah satu kementerian yang turut khawatir atas dampak dari implementasi pasal-pasal tembakau yang banyak berisi larangan di berbagai media adalah Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).

Hal ini lantaran banyaknya larangan bagi produk tembakau di RPP Kesehatan tersebut berpotensi menciptakan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) massal bagi sejumlah industri kreatif.

Direktur Industri Kreatif Kemenparekraf Syaifullah Agam mengatakan bahwa industri kreatif akan sangat berdampak terhadap sejumlah larangan bagi produk tembakau dalam RPP Kesehatan. ’’Jadi jelas (akan ada) ancaman PHK kepada pelaku ekonomi kreatif di subsektor ini bila RPP (Kesehatan) ini disahkan. Karena industri kreatif, seperti konser musik dan event, menjadi salah satu sektor yang akan sangat dirugikan (jika pasal-pasal tembakau di RPP Kesehatan disahkan),” ungkapnya dalam keterangan tertulis, Kamis (7/12).

Terdapat sedikitnya enam subsektor industri yang terkait dengan industri hasil tembakau (IHT), seperti subsektor desain, film/video, musik, penerbitan, periklanan, dan penyiaran (TV dan radio). Secara kolektif, subsektor industri tersebut mempekerjakan lebih dari 725.000 tenaga kerja.

Syaifullah juga menegaskan bahwa IHT ini memiliki multiplier effect yang sangat besar karena menjangkau sektor lainnya, misalnya sektor perhotelan, makanan dan minuman, transportasi, pedagang asongan, hingga baliho. “Jika (IHT ini terganggu), maka industri kreatif terganggu. Dampak negatifnya akan merembet ke banyak sektor lainnya yang saling berkaitan dan menopang pertumbuhan satu sama lain,” terangnya.

Perlu disadari, lanjut Syaifullah, IHT itu memberikan kontribusi sekitar 20 persen dari total pendapatan media digital di Indonesia dengan nilai mencapai ratusan miliar Rupiah per tahun. Maka, wajar jika selama ini, iklan produk tembakau adalah kontributor terbesar di media digital maupun di media luar ruangan di Indonesia.

“Kemenparekraf berharap ada solusi dari rencana pengesahan (pasal-pasal tembakau) RPP Kesehatan, sehingga tidak ada salah satu sektor yang dirugikan dan masyarakat bisa punya dampak baik dengan lahirnya RPP Kesehatan ini,” harap Syaifullah.

Dari sisi industri terdampak, Wakil Ketua Dewan Periklanan Indonesia (DPI), Janoe Arijanto, mengungkap bahwa berbagai pelarangan di pasal-pasal tembakau dalam RPP Kesehatan memberatkan industri kreatif dan periklanan. Hal ini menurutnya didasarkan beberapa hal.

Pertama, adanya larangan beriklan hampir 100 persen di platform online. Padahal, platform media digital dikatakannya bisa efektif untuk kebutuhan personalisasi, memilih segmen, serta memilih siapa konsumen siapa yang dituju.

“Jadi kalau mau ke (usia) 18 ke atas atau di daerah tertentu, atau bahkan di jam tertentu itu bisa (dipersonalisasi), tapi malah dilarang,” ujarnya.

Kedua, RPP Kesehatan tersebut juga membuat produk olahan tembakau tidak dapat menempatkan iklan di berbagai event, seperti musik, budaya dan sebagainya. Selanjutnya, iklan produk tembakau juga mengalami pengurangan jam dalam iklan.

Iklan yang sebelumnya dapat dimulai pukul 21.30 WIB, juga akan mundur menjadi 23.30 WIB hingga 3.00 WIB. “Itu jam hantu, gak ada yang nonton,” tambah Janoe.

Hal ini tentunya juga akan menjadi kerugian secara finansial untuk pengusaha dan karyawan yang bekerja di industri kreatif yang mencapai 800 ribu orang. Dia mencatat, pemasukan media paling utama atas iklan produk tembakau bisa mencapai Rp 9 triliun.

Janoe juga mengungkapkan bahwa para pencetus kebijakan tersebut belum pernah melibatkan DPI untuk berdiskusi. Padahal, pihaknya sudah sering mengajak untuk berdiskusi, namun selalu menghadapi tantangan untuk bertemu. (jpc/c1/abd) 

Tags :
Kategori :

Terkait