Sementara perusahaan asuransi syariah bisa mendeteksi potensi bangkrutnya melalui pengukuran skor standar (Z-Score) dari kinerja keuangannya. Bukan hanya didasarkan pada risk base capital (RBC)-nya.
EWS pada lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) mirip bank yang memiliki mismatch dengan kekhasan tertentu. EWS sangat penting pada LKMS –baik yang berada dalam pengawasan OJK dengan konsep open loop maupun di bawah Kementerian Koperasi dengan konsep closed loop. Sebab, meski mirip bank, LKMS tidak memiliki lender of the last resort.
Dengan begitu, LKMS juga tidak memiliki kewajiban cadangan seperti konsep GWM di perbankan. Simpanan di LKMS juga tidak dijamin karena tidak ada lembaga penjamin simpanan (LPS).
Dengan kondisi seperti itu, EWS menjadi begitu penting untuk mendeteksi secara dini potensi kebangkrutannya.
EWS bisa dibangun layaknya pada bank syariah dengan menggunakan nilai standar dan threshold sehingga diketahui lebih awal jika LKMS akan mengalami kebangkrutan.
Salah satu langkah penting yang bisa dilakukan pemerintah adalah segera mendirikan lembaga penjamin simpanan (LPS) untuk LKMS. Juga, mewajibkan pencadangan layaknya giro wajib minimum (GWM) pada bank syariah. Sekaligus menyiapkan lender of the last resort bagi LKM yang mengalami kesulitan likuiditas. (harian disway/yud)
*Imron Mawardi adalah guru besar investasi dan keuangan Islam Universitas Airlangga, Surabaya