Begitu juga, banyak lembaga keuangan mikro yang ditutup dan menyebabkan kerugian sangat besar. Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya, misalnya, telah merugikan nasabah hingga Rp 16 triliun.
Sementara itu, KSP Sejahtera Bersama merugikan anggotanya hingga Rp 8,8 triliun. Ada puluhan KSP yang kolaps sejak 2023 hingga 2024 yang kerugiannya mencapai puluhan triliun.
Krisis perbankan 1998 dan berbagai kebangkrutan lembaga-lembaga keuangan itu harus menjadi pelajaran. Bahwa lembaga keuangan yang berada dalam satu sistem keuangan itu punya keterkaitan yang sangat kuat. Apa yang terjadi pada satu lembaga keuangan bisa berdampak pada kebangkrutan lembaga keuangan lain secara sistemik.
Salah satu cara mencegah kebangkrutan lembaga keuangan itu adalah mengetahui lebih awal adanya potensi kebangkrutan. Upaya pencegahan seperti itu memerlukan suatu sistem peringatan dini atau early warning system (EWS).
Lembaga keuangan harus memiliki sistem pencegahan dini agar tidak mengalami kebangkrutan yang bisa menimbulkan multiplier effect pada lembaga keuangan lain dan sistem keuangan nasional.
Early warning system sangat diperlukan agar stabilitas sistem keuangan dapat dicapai. Dengan mendeteksi tanda-tanda awal ketidakstabilan keuangan, EWS memungkinkan lembaga keuangan (LK) dan pemangku kepentingan untuk mengambil tindakan pencegahan financial distress lebih awal.
Selain menyelamatkan LK, tindakan itu membantu menjaga kepercayaan pasar, mencegah panik di kalangan investor, dan mempertahankan stabilitas keuangan yang esensial bagi pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Lembaga keuangan syariah (LKS) sebagai bagian dari sistem keuangan nasional tak luput dari potensi kebangkrutan itu. Baik sebagai penyebab atau yang terkena dampak. Sebab, kini keuangan syariah memiliki peran yang signifikan pada sistem keuangan nasional.
Perlu diketahui, aset keuangan syariah sampai Juni 2024 sudah mencapai Rp 2.756 triliun dengan market share 11,41 persen.
Apalagi, Indonesia menganut dual financial and banking system yang menerapkan sistem konvensional dan sistem syariah dalam satu sistem. Dengan sistem seperti itu, sistem konvensional dan sistem syariah saling terkait dan memengaruhi.
Hubungan itu dapat digambarkan pada jalur transmisi pada lanskap dual financial dan banking systems. Kebijakan moneter tingkat bunga, misalnya, akan berdampak pada instrumen syariah, yaitu margin rate atau tingkat keuntungan dalam transaksi murabahah yang dijadikan sebagai benchmark bagi perbankan syariah.
Margin rate tidak sama dengan tingkat bunga, tetapi memiliki hubungan searah. Kebijakan moneter juga bisa berdampak pada perbankan syariah yang menerapkan sistem bagi hasil atas revenue atau profit.
Jadi, sebagai bagian dari sistem perekonomian nasional, LKS tidaklah beroperasi dalam ruang kosong. Artinya, LKS tidak bebas dari pengaruh lingkungan keuangan dan ekonomi. Setiap jalur transmisi kebijakan juga memberikan pengaruh kepada dinamika sistem keuangan syariah.
Artinya, keuangan syariah tidak imun atau steril dari pengaruh sistem konvensional.
Sebaliknya pula, karakteristik khas dari perbankan syariah juga memberikan warna dan memengaruhi behavior dari jalur transmisi kebijakan moneter. Artinya, apa yang terjadi pada sistem keuangan syariah akan berdampak juga terhadap sistem keuangan nasional.
EARLY WARNING SYSTEM BANK SYARIAH