Industri Nikel Perlu Terapkan Standar Sustainability

Senin 21 Oct 2024 - 21:16 WIB
Reporter : Tim Redaksi
Editor : Syaiful Mahrum

Untuk Bersaing di Global  

JAKARTA - Industri nikel Indonesia dituding kotor alias ’’dirty nickel”. Tudingan itu berasal dari Initiative for Responsible Mining Assurance (IRMA), salah satu auditor independen dengan standar pengelolaan tambang yang terkenal paling ketat di dunia.

Menurut Chief Executive Officer Landscape Indonesia Agus P. Sari, industri nikel di Indonesia terdiri atas banyak pelaku usaha, sehingga secara umum memang belum ada audit yang mencakup keseluruhan pengelolaan industri penambangan nikel di Tanah Air.

Oleh karena itu, pelaku industri nikel harus berinisiatif untuk bersedia diaudit oleh auditor independen seperti IRMA. “Ada perusahaan yang berkomitmen untuk sustainable dan berani mengundang IRMA (untuk diaudit),” kata Agus P kepada wartawan di Jakarta, Senin (21/10).

Agus menilai tudingan “dirty nickel” ditujukan pada komoditas nikel asal Indonesia. Semua harus disikapi serius oleh pelaku industri maupun pemerintah. Salah satu cara paling efektif, yakni dengan menunjukkan komitmen tata kelola industri nikel yang memenuhi kaidah keberlanjutan (sustainability). Komitmen itu tidak bisa hanya berdasar klaim sepihak. Perlu validasi melalui audit oleh pihak independen.



“Di dalam IRMA ada NGO-NGO (non-government organization) yang kritis dan galak. Sehingga kalau tidak benar-benar serius (saat diaudit), maka tidak akan dapat (lolos audit),” jelas pakar sustainability dari Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (ITB) itu.

Sebagaimana diketahui, IRMA merilis pernyataan terkait komitmen PT Trimegah Bangun Persada, Tbk atau Harita Nickel yang beroperasi di Pulai Obi, Halmahera Selatan, Maluku Utara (Malut). Rilis pada 7 Oktober lalu itu untuk menjelaskan tentang penilaian independen pihak ketiga terhadap standar IRMA terkait pertambangan yang bertanggung jawab.

IRMA menyebut audit itu merupakan yang pertama di Indonesia. “Audit ini jadi preseden positif bagi industri nikel Indonesia,” ujar Agus.



BACA JUGA: BPJPH Berwenang Sanksi Pelanggaran Jaminan Produk Halal

Menurut Agus, saat ini buyer dari Eropa maupun Amerika Serikat (AS) memiliki concern kuat terhadap aspek sustainability. Karena itu, apabila industri nikel Indonesia tidak menjalankan standar sustainability dengan baik, maka produk nikel Indonesia akan sulit bersaing di pasar global. “Harus diakui buyer nikel makin kritis. Kalau Indonesia tidak bisa memenuhi aspek sustainability, mereka akan cari dari negara lain,” tegasnya.

Agus menyarankan pelaku industri nikel Indonesia harus bergerak cepat untuk menunjukkan komitmen pada aspek sustainability. Dia mengakui proses audit sebagaimana yang dilakukan IRMA terhadap Harita Nickel pasti tidak akan mudah.

“Ini pasti rumit dan sensitif. Apalagi ini yang pertama, jadi akan dilihat semua pihak. Mudah-mudahan nanti bisa diikuti oleh (perusahaan nikel) yang lain,” ungkapnya. (jpc)





 

Tags :
Kategori :

Terkait