Ada Empat Kecurangan Mahasiswa dalam Pembuatan Skripsi, Apa Saja?

FOTO ILUSTRASI-BAGUS/JAWA POS.--

JAKARTA - Skripsi merupakan salah satu syarat akhir bagi mahasiswa untuk memperoleh gelar sarjana atau strata satu di Indonesia. Pengerjaan skripsi sendiri bertujuan melatih kemampuan mahasiswa dalam memecahkan masalah secara sistematis, menggunakan teori yang sudah dipelajari di bangku perkuliahan.

Pada akhirnya, hasil penelitian skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan tanah air. Sayangnya, riset terbaru mengungkapkan bahwa demi bisa meraih gelar, banyak yang rela sampai melalukan kecurangan.

’’Skripsi merupakan salah satu bentuk tugas akhir dan syarat kelulusan yang masih banyak diterapkan di perguruan tinggi di Indonesia. Dalam prosesnya, pengumpulan data skripsi seringkali menjadi kendala terbesar yang mempersulit mahasiswa tingkat akhir dalam melakukan penelitian. Kendala ini bisa menghambat peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia karena berpotensi menimbulkan kecurangan-kecurangan demi menyelesaikan tugas akhir tersebut,” ungkap Jonathan Benhi, Co-Founder and CTO Populix, melalui keterangannya.

BACA JUGA:Bentuk Apresiasi, UIN RIL Resmikan GSG K.H. Ahmad Hanafiah

Melalui survei singkat lewat PopPoll pada 28 November-12 Desember 2023, Populix menemukan bahwa banyak mahasiswa Indonesia yang kesulitan dalam mengumpulkan data skripsi (26%), kurang pendampingan dari dosen pembimbing (22%), dan mengalami kesulitan dalam menganalisis data (17%).

Karena itu, Bab 3: Metode Penelitian (33%) dan Bab 4: Hasil Penelitian (29%) menjadi bagian yang paling lama dikerjakan karena membutuhkan proses pengumpulan data yang ekstensif serta analisis mendalam terhadap hasil temuan.

Secara khusus dalam hal pengumpulan data, beberapa masalah yang sering dialami mahasiswa meliputi responden tidak sesuai dengan kriteria (33%), sulit dalam menentukan responden (23%), responden yang kurang banyak (17%), kesulitan menargetkan responden yang di luar kota (14%), dan tidak tahu kemana mereka dapat menyebarkan kuesioner (12%).

Sementara kurangnya penguasaan terdahap materi skripsi dan validitas data menjadi dua alasan terbesar ketakutan terbesar para mahasiswa dalam menghadapi sidang skripsi. Sebanyak 42% responden menyatakan bahwa mereka takut tidak dapat menjawab pertanyaan dosen penguji saat sidang skripsi, 26% responden takut mendapatkan dosen penguji yang kritis, dan 11% responden takut dengan skripsi karena data mereka tidak valid.

BACA JUGA:Bravo! Alumni Itera Raih Beasiswa S-2 dari Kementrian Luar Negeri Malaysia

Karena kendala-kendala dalam proses pengerjaan skripsi dan ketakutan mereka dalam menghadapi sidang skripsi tersebut, survei tersebut juga mengungkap bahwa tidak sedikit mahasiswa yang nekat melakukan berbagai kecurangan demi menyelesaikan skripsi dan memperoleh gelar sarjana.

Kecurangan-kecurangan yang paling sering dilakukan oleh mahasiswa tingkat akhir adalah memanipulasi data (45%), menggunakan jasa joki skripsi (26%), meniru skripsi orang lain (16%), dan mengambil judul skripsi orang lain (24%).

Jonathan menambahkan, proses pengumpulan data menjadi sebuah tantangan bagi para mahasiswa, padahal tingkat validitas dan realibilitas data merupakan kunci untuk mendapatkan data yang berkualitas. Memahami tantangan dalam proses pengumpulan data tersebut, Populix mengklaim berkomitmen untuk menyederhanakan proses pengumpulan data bagi para mahasiswa melalui platform survei online Poplite.

“Lewat Poplite, para mahasiswa dapat dengan mudah menentukan responden dan menyebarkan kuisioner sesuai dengan target penelitan mereka. Sehingga, hasil penelitian pun dapat menjadi referensi tepat dalam membuat rekomendasi dan pengambilan keputusan,” ungkap Jonathan. (*)

 

Tag
Share