Asosiasi Ini Keberatan Jika Pajak Rokok Elektronik Berlaku Tahun 2024

Ilustrasi rokok elektrik -Pixabay -

JAKARTA - Wacana pengenaan pajak rokok elektrik pada 2024 menuai keberatan dari kalangan industri. Sebab, itu dinilai akan semakin membebani sektor yang baru mulai bertumbuh dan didominasi UMKM.

Selain itu, industri menilai rencana pengenaan pajak rokok elektrik tidak memiliki landasan hukum yang kuat dan justru menunjukkan ketidakadilan pemerintah.  

Sekretaris Jenderal Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) Garindra Kartasasmita mengatakan pemberlakuan pajak rokok elektrik pada 2024 minim sosialisasi dan memberatkan pelaku usaha.

Menurut Garindra, industri rokok elektrik saat ini masih merasakan tekanan yang ditimbulkan penetapan kenaikan tarif cukai sebesar 15 persen pada 2023 dan 2024.

BACA JUGA:Gaji Pekerja di Indonesia Rata-Rata Naik 6,5 Persen Tahun Depan

”Apalagi kalau ditambah pemberlakuan pajak rokok yang tarifnya 10 persen dari cukai, rokok elektrik akan terkena kenaikan pajak nyaris 30 persen. Ini tidak adil dan menyengsarakan bagi industri baru yang mayoritas pelakunya UMKM,” kata Garindra Kartasasmita.

Garindra menjelaskan, merujuk pada pasal 33 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, objek pajak rokok antara lain adalah sigaret, cerutu, rokok daun, dan bentuk rokok lain yang dikenakan cukai rokok.

”Rokok elektrik memiliki bentuk dan cara kerja yang berbeda serta menghasilkan keluaran yang juga berbeda. Hal ini menjadi pertanyaan kami mengapa kami dianggap bentuk rokok lainnya (sehingga bisa dikenakan pajak rokok),” papar Garindra Kartasasmita.

Garindra berharap pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) dapat lebih adil dalam memberlakukan pajak rokok elektronik. 

BACA JUGA:Wajib Tahu, Beli Tiket Penyeberangan Bakauheni Tak Bisa On The Spot Meski Melalui Online

Saat pajak rokok diberlakukan pada rokok konvensional, diberikan masa peralihan selama 5 tahun.

”Pada saat implementasi pajak rokok pertama kali pada 2014, tidak ada kenaikan cukai untuk mencegah triple-hit dari kenaikan cukai, harga jual eceran (HJE), dan pajak rokok, di mana ketiga hal tersebut sangat memengaruhi harga jual yang kemudian menurunkan daya beli konsumen,” imbuh Garindra Kartasasmita.

APVI sejatinya berharap, perumusan kebijakan dilakukan secara terbuka dan transparan khususnya pada pelaku industri yang akan terdampak. 

Garindra Kartasasmita menyayangkan hingga saat ini APVI tidak pernah diajak berkomunikasi tentang rencana implementasi pajak rokok elektronik. Terlebih rencananya pajak rokok ini akan diimplementasikan sangat mendadak pada 2024.

Tag
Share