Korupsi APD Covid-19, KPK Tahan Eks Pejabat Kemenkes
Editor: Syaiful Mahrum
|
Kamis , 03 Oct 2024 - 22:41
Ilustrasi Covid-19. --Foto Dado Ruvic/Reuters/Antara
Rugikan Keuangan Negara Rp319 M
JAKARTA - Pandemi Covid-19 telah memberikan tekanan pada kondisi ekonomi dan sosial di Indonesia sejak akhir 2019. Dalam kondisi pandemi Covid-19, masyarakat diwajibkan mengenakan alat pelindung diri (APD).
Namun, ada pihak yang memanfaatkan kesempatan ini untuk memperkaya diri sendiri. Ya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan mantan pejabat Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Budi Sylvana dan Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia Satrio Wibowo, Kamis (3/10).
Penahanan ini dilakukan setelah Budi dan Satrio menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) Covid-19. Sementara satu tersangka lainnya, yakni Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri Ahmad Taufik belum ditahan.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur menjelaskan, Budi Sylvana ditahan di Rutan Gedung ACLC KPK. Sementara Satrio ditahan di Gedung Merah Putih KPK. Keduanya ditahan untuk 20 hari pertama.
Asep menjelaskan, perkara ini terjadi pada Maret 2020 saat Direktur Utama (Dirut) PT Yonsin Jaya Shin Dong Keun mewakili para produsen APD menunjuk PT Permana Putra Mandiri sebagai distributor resmi APD selama 2 tahun.
Menurut Asep, pada 20 Maret 2020 atau awal pandemi Covid-19, Kemenkes melalui Pusat Krisis Kesehatan pada awal membeli APD sebanyak 10.000 unit dari PT Permana Putra Mandiri dengan harga Rp379.500/set.
Keesokan harinya pada 21 Maret 2020, TNI atas perintah kepala BNPB pada saat itu mengambil APD dari produsen APD milik PT Permana Putra Mandiri di Kawasan Berikat. Kemudian langsung mendistribusikan ke 10 provinsi dengan tidak dilengkapi dokumentasi, bukti pendukung, dan surat pemesanan.
"Pada 22 Maret 2020, saudara SDK (Shin Dong Keun) dan saudara SW (Satrio Wibowo) selaku Dirut PT Energi Kita Indonesia menandatangani kontrak kesepakatan sebagai authorized seller APD sebanyak 500.000 set dengan nilai bergantung nilai tukar dolar saat pemesanan," ucap Asep.
Selanjutnya, PT Permana Putra Mandiri dan PT Energi Kita Mandiri menandatangani kontrak kerja sama distribusi APD dengan margin 18,5% diberikan kepada PT Permana Putra Mandiri. Mantan Sestama BNPB yang juga kuasa pengguna anggaran BNPB saat itu, Harmensyah, bernegosiasi dengan Satrio Wibowo agar harga APD diturunkan dari USD60 menjadi USD50.
Penawaran tersebut tidak mengacu pada harga APD dengan mereka yang sama yang dibeli oleh Kemenkes sebelumnya, yaitu sebesar Rp370.000 per set. Dalam rapat juga disimpulkan PT Permana Putra Mandiri akan menagih pembayaran atas 170.000 set APD yang didistribusikan TNI dengan harga USD50/set atau sekitar Rp700.000.
Selanjutnya pada 25 Maret 2020, PT Energi Kita Indonesia dan PT Yonsin Jaya memesan 500.000 set APD dengan menyerahkan giro Rp113 miliar bertanggal 30 Maret 2020. Dokumen kepabean dan dokumen lain sengaja menggunakan data PT Permana Putra Mandiri karena PT Energi Kita Indonesia tidak mempunyai izin penyaluran alat kesehatan, tidak memiliki gudang, dan Non PKP.
"Pada 27 Maret 2020, saudara SW menghubungi kepala BNPB pada saat itu, di antaranya untuk segera dilakukan pembayaran terhadap 170.000 APD yang diambil TNI dan meminta diberikan SPK dari BNPB agar sesuai dengan pengamanan raw material dari Korea," ungkap Asep.
Atas permintaan itu, pembayaran pertama sebesar Rp10 miliar dilakukan pada 27 Maret 2020 dari bendahara BNPB kepada rekening BNI PT PPM. Padahal, saat itu belum ada kontrak ataupun surat pesanan.
Pembayaran kedua sebesar Rp109 miliar dilakukan pada 28 Maret 2020 dari PPK Puskris Kemenkes kepada rekening BNI PT PPM.
"Di sisi lain, saudara HM baru menunjuk saudara BS sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) untuk pengadaan APD di Kementerian Kesehatan pada 28 Maret 2020. Sedangkan surat keputusan penunjukan tersebut dibuat backdate tertanggal 27 Maret 2020," ungkapnya.
Pada rapat itu juga diterbitkan surat pemesanan APD dari Kemenkes kepada PT Permana Putra Mandiri sejumlah 5 juta set dengan harga satuan USD48,4, yang ditandatangani Satrio Wibowo. Tak hanya itu, dalam surat tersebut tidak terdapat spesifikasi pekerjaan, waktu pelaksanaan pekerjaan, pembayaran, serta hak dan kewajiban para pihak secara terperinci. Selain itu, surat pemesanan tersebut ditujukan kepada PT Permana Putra Mandiri, tapi PT Energi Kita Indonesia turut menandatangani surat tersebut.
Selanjutnya, pada 15 April 2020, Kemenkes memberikan surat pemberitahuan kepada PT Permana Putra Mandiri yang menyebut PT Permana Putra Mandiri telah mengirimkan 790.000 set APD dari total 5 juga set APD yang sudah dipesan hingga 15 April 2020. Pada 7 Mei 2020 dilakukan negosiasi ulang harga dengan harga yang disepakati bervariasi.
Ia menyebut, untuk 503.500 set APD yang dikirim 27 April 2020 hingga 7 Mei 2020 disepakati harga Rp366.850. Kemudian barang yang dikirim setelah 7 Mei 2020 dengan harga Rp294.000. Secara total, Kemenkes menerima 3.140.200 set APD hingga 18 Mei 2020.
"Atas pengadaan tersebut, audit BPKP menyatakan telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp319 miliar," ujar Asep.
Ketiga tersangka itu disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (jpc)