Pemerintah Rencanakan Tarif KRL Berbasis NIK
Pemerintah rencanakan penerapan tarif KRL berbasis NIK-Beritasatu.com/Danung Arifin-
JAKARTA - Pemerintah berencana mengubah skema pemberian subsidi KRL Jabodetabek atau commuter line menjadi berbasis nomor induk kependudukan (NIK).
Wacana ini berpotensi membuat kenaikan tarif KRL disesuaikan dengan NIK masyarakat.
Direktur Jenderal Perkeretaapian Kemenhub Risal Wasal mengatakan skema penetapan tarif KRL Jabodetabek berbasis NIK masih dalam pembahasan.
Rencana penetapan tarif KRL Jabodetabek berbasis NIK merupakan bagian upaya DJKA dalam melakukan penyesuaian tarif KRL Jabodetabek dengan subsidi yang lebih tepat sasaran.
BACA JUGA:Hati-Hati Penipuan Online atas Nama BRI di Medsos!
"Untuk memastikan agar skema tarif ini betul-betul tepat sasaran, saat ini kami masih terus melakukan pembahasan dengan pihak-pihak terkait. Nantinya skema ini akan diberlakukan secara bertahap, dan akan dilakukan sosialisasi kepada masyarakat sebelum ditetapkan," jelas Risal dalam pernyataan tertulisnya.
Wacana pemberian subsidi untuk KRL Jabodetabek berbasis NIK tertuang dalam Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025 yang telah diserahkan pemerintah ke DPR untuk dibahas bersama.
Dalam dokumen tersebut ditetapkan anggaran belanja subsidi public service obligation (PSO) untuk PT Kereta Api Indonesia (KAI) sebesar Rp 4,79 triliun.
Tujuannya, untuk mendukung perbaikan kualitas dan inovasi pelayanan kelas ekonomi bagi angkutan kereta api, termasuk KRL Jabodetabek.
BACA JUGA:Setubuhi Anak di Bawah Umur, Seorang Pemuda di Waykanan Dibekuk Polisi
"Penerapan tiket elektronik berbasis NIK kepada pengguna transportasi KRL Jabodetabek," tulis Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025.
Sementara, pengaturan tarif commuter line saat ini sesuai Keputusan Menteri Perhubungan RI Nomor 354 Tahun 2020 tentang Tarif Angkutan Orang Dengan Kereta Api Pelayanan Kelas Ekonomi Untuk Melaksanakan Kewajiban Pelayanan Publik (Public Service Obligation/PSO).
Pada keputusan menteri tersebut, besaran tarif perjalanan commuter line Jabodetabek sebesar Rp 3.000 untuk 25 km pertama, dan ditambahkan Rp 1.000 untuk perjalanan setiap 10 kilometer berikutnya. Besaran tarif tersebut telah berjalan lebih dari 5 tahun terakhir.
Namun, wacana ini memicu pro dan kontra pengguna KRL. Beberapa pengguna KRL merasa keberatan jika tarif KRL naik, sementara ada juga pengguna yang setuju dengan sejumlah catatan.