Rabu, 27 Nov 2024
Network
Beranda
Berita Utama
Ekonomi Bisnis
Lampung Raya
Politika
Olahraga
Metropolis
Lainnya
Advertorial
Edisi Khusus
Iklan Baris
Sosok
Bursa Kerja
Arsitektur
Wisata dan Kuliner
Otomotif
Teknologi
Lifestyle
Kesehatan
Hobi
Kriminal
Pendidikan
Edisi Ramadan
Network
Beranda
Berita Utama
Detail Artikel
Tak Terjebak Ilusi AI
Reporter:
Abdul Karim
|
Editor:
Abdul Karim
|
Jumat , 10 May 2024 - 21:00
tak terjebak ilusi ai oleh: anggi afriansyah - jurnalis jawapos.com mendorong pemahaman artificial intelligence (ai), membangun hubungan dan ketahanan manusia, serta mempercepat aksi terhadap isu perubahan iklim merupakan tema yang akan disampaikan dalam education world forum 2024 (forum pendidikan dunia 2024) pada mei ini. dalam konteks indonesia, apakah hal tersebut sudah relevan? dari tiga poin itu, ai menjadi salah satu pembicaraan yang sangat mudah kita temukan dalam berbagai artikel di internet, koran, artikel jurnal, seminar-seminar (atau webinar), dan perbincangan keseharian. bagi dunia pendidikan, ai cukup mengguncang stabilitas, terutama bagi sekolah atau universitas. baca juga:waspada politik kartel dalam pandangan unesco, ai disebut memiliki potensi untuk mengatasi beberapa tantangan terbesar dalam pendidikan, menginovasi praktik pembelajaran dan kemajuan menuju sustainable development goal 4 (sdg4). meski demikian, unesco juga memberi imbauan terhadap ragam risiko dan tantangan, terutama memastikan prinsip-prinsip inklusi dan kesetaraan menjadi pemandu dalam pemanfaatan ai. untuk konteks indonesia, kita tampak masih kekurangan arah dalam memahami tantangan dan dampak pemanfaatan ai dalam pendidikan. ketika memanfaatkan ai cenderung dilakukan pada pemahaman personal tiap aktor melalui pembelajaran mandiri di internet. ketika penulis berdiskusi dengan para guru, ada kekhawatiran anak-anak menelan mentah-mentah informasi yang dihadirkan ai tanpa proses verifikasi. baca juga:kpk pastikan dalami dugaan bpk minta uang rp12 m untuk wtp kementan kekuatan verifikasi periode keakraban masyarakat indonesia dengan buku sebagai sumber informasi memang terbilang sangat singkat. mengapa buku penting? sebab, untuk mencari informasi di buku dibutuhkan ketekunan untuk membaca lembar demi lembar, mencari argumen kunci, dan menyintesiskan berbagai informasi sehingga didapat jawaban yang utuh berdasar berbagai perspektif. hadirnya internet, disusul ai, membuat proses pencarian informasi menjadi lebih cepat lagi. guna menjamin validasi, tetap diperlukan stock of knowledge memadai untuk menilai informasi yang diberikan ai. intelektualitas guru dan siswa menjadi peranti utama dalam memverifikasi berbagai informasi yang diperoleh. jika kita menelusuri ragam media sosial, dengan mudah ditemukan berbagai video yang mempromosikan tawaran produktivitas ketika menggunakan ai. dalam konteks akademik: mencari referensi aktual, meringkas artikel, membuat artikel ilmiah atau populer, esai, dan makalah tampak menjadi sangat mudah. jelas ada daya tarik yang kuat disajikan oleh video-video itu untuk menunjukkan bahwa siapa pun yang menonton dapat dengan mudah melakukan kerja-kerja akademik tersebut. akan tetapi yang sering dilupakan, kemudahan-kemudahan yang ditampilkan dapat membuai dan menjadikan ketergantungan tinggi pada ai. sebab, ai seolah menawarkan produktivitas bagi para penggunanya. dalam konteks pendidikan, jika tidak disikapi dengan bijak, ketergantungan itu membuat anak-anak menjadi kurang awas terhadap proses. sebab, tahapan-tahapan proses itulah yang dengan mudah dikerjakan ai. dalam konteks membaca artikel ilmiah misalnya, jika sebelumnya untuk memahami artikel jurnal berbahasa asing dibutuhkan kecakapan berbahasa, pemahaman substansi, dan kemampuan menyintesis, ai dengan mudah mempersingkat waktu untuk memberikan poin-poin kunci yang dipilihnya. lantas ditampilkan untuk para pembaca. ai juga memberikan ruang kepada pembaca untuk mengelaborasi dengan ragam pertanyaan, yang juga bisa dijawabnya dengan merujuk artikel tersebut. tantangan jadi apa yang perlu dilakukan? teknologi merupakan alat untuk memudahkan manusia, maka kita perlakukan ai seperti itu. tetapi, dalam proses pendidikan, upaya untuk melatih pikiran anak-anak lebih kritis menjadi tugas besar. dan, untuk tugas itu tak bisa semata mengandalkan teknologi. saat ini ragam pengetahuan dengan mudah ditemukan di internet. namun tetap, beragam sumber pengetahuan tersebut harus dibaca secara tekun, dikuliti kata per kata, dikritisi, dibandingkan dengan referensi lain, dan kemudian didiskusikan. pada proses itulah pembelajaran berlangsung dan budaya ilmiah dibangun. dalam konteks pembelajaran, budaya ilmiah yang mengandalkan pola pikir kritis dibangun tahap demi tahap. ada proses pengulangan, pengujian, rasa skeptis, dan proses perenungan. tak mudah percaya terhadap apa yang dibaca, selalu mencoba membandingkan satu temuan dengan temuan lain, demikianlah scientific method diterapkan. jangan sampai, seperti yang seorang kolega katakan, hanya semata semua paparan ilmiah diunduh di dalam gawai atau laptop dan kita dapat menggunakan ai, maka kita sudah merasa pintar. maka, kembali pada hal-hal fundamental menjadi penting. ketekunan menelaah, lalu mempertanyakan setiap narasi menjadi hal utama. karena itu, apa pun yang diproduksi ai, pada tahap awal perlu diragukan kebenarannya, dipertanyakan ulang, dan ditelusuri sumber referensi utamanya. pada titik ini, peran pendidik menjadi penting untuk membangun kekuatan pikiran anak-anak agar tak mudah terjebak pada jawaban memesona yang diproduksi ai. jawaban yang tampak seperti kebenaran, tetapi perlu dikurasi lebih ketat akurasinya. berpikir kritis pada akhirnya tetap menjadi peranti utama yang dimiliki anak-anak. latihan tersebut ada di ruang pendidikan. efek latihan itu adalah kemampuan anak-anak kita peka terhadap segala hal yang ditawarkan dunia. tak mudah terseret arus, terjerumus pada iming-iming beragam berita palsu, pseudosains, ataupun jeratan kata-kata yang menyesatkan. apalagi, setiap hari kita dibombardir ratusan klip singkat di medsos yang validitasnya perlu diragukan. jika video-video tersebut mendominasi dan dijadikan rujukan kebenaran, tentu itu sangat berbahaya bagi masyarakat. pendidikan merupakan aktivitas moral dan politis untuk mengejar kebaikan bagi umat manusia (kemmis dan groves, 2017). keduanya juga menekankan bahwa mendidik juga berarti sebagai upaya melawan penderitaan individu, irasionalitas, penderitaan, dan ketidakadilan di dunia. pada titik ini kembali pada kemanusiaan dan eksistensi diri, tak terjebak pada ilusi ai, menjadi fundamen utama. (*)
1
2
»
Tag
# fp universitas sam ratulangi
# sekolah
# pendidikan
# stabilitas
# ai
Share
Koran Terkait
Kembali ke koran edisi Koran Radar Lampung Minggu 12 Mei 2024
Berita Terkini
Kalahkan Malaysia 1-0, Timnas Indonesia Putri Pastikan ke Semifinal AFF 2024
Olahraga
15 menit
Bisa Kontrol Berat Badan dan Jadi Antioksidan, Ini 8 Manfaat Pare untuk Kesehatan Tubuh
Kesehatan
15 jam
Amankan Pasokan Jelang Pilkada dan Nataru, GM PLN UID Lampung Kunjungi PLTU
Ekonomi Bisnis
16 jam
Mampu Kontrol Gula Darah dan Antikanker, Berikut 8 Manfaat Kecombrang bagi Kesehatan
Kesehatan
20 jam
Hendro Kembali Jabat Ketua MKKS SMP Mesuji, Komitmen Tingkatkan Mutu Pendidikan
Lampung Raya
20 jam
Berita Terpopuler
Hendro Kembali Jabat Ketua MKKS SMP Mesuji, Komitmen Tingkatkan Mutu Pendidikan
Lampung Raya
20 jam
Amankan Pasokan Jelang Pilkada dan Nataru, GM PLN UID Lampung Kunjungi PLTU
Ekonomi Bisnis
16 jam
Mampu Kontrol Gula Darah dan Antikanker, Berikut 8 Manfaat Kecombrang bagi Kesehatan
Kesehatan
20 jam
''Pak/Bu, Maaf Saya Izin Titip Bayi Ini''
Metropolis
22 jam
Bisa Kontrol Berat Badan dan Jadi Antioksidan, Ini 8 Manfaat Pare untuk Kesehatan Tubuh
Kesehatan
15 jam
Berita Pilihan
Bertualang Sambil Healing ke Air Terjun Batu Putu
Wisata dan Kuliner
4 hari
Update Rangking Timnas Indonesia, Skuad Garuda Naik ke Peringkat 125 FIFA Setelah Kalahkan Arab Saudi
Olahraga
5 hari
Cegah Pegal Saat Bekerja di Kantor, Lakukan 10 Langkah Ini!
Kesehatan
5 hari
Konsumsi 8 Jenis Makanan Ini, Perut Buncit Dijamin Hilang
Kesehatan
5 hari
Ingin Tubuh Sehat? Konsumsi 10 Makanan Musuh Kolesterol Jahat Ini
Kesehatan
6 hari