Berantas Impor Pakaian Ilegal demi Jaga Tekstil Nasional!
Ilustrasi pakaian bekas impor. --FOTO RRI
Selain kebijakan larangan impor, pemerintah juga mendorong diversifikasi bahan baku tekstil untuk memperkuat daya saing industri.
Deputi Bidang Usaha Kecil Kementerian Koperasi dan UKM Temmy Satya Permana mengatakan, mayoritas industri tekstil Indonesia masih bergantung pada kapas impor, padahal Indonesia memiliki potensi besar dalam bahan alternatif, seperti rayon dan serat alam lokal.
’’Rayon kita terbaik di dunia. Karena itu, kita harus mulai memasyarakatkan rayon sebagai bahan baku tekstil, disertai pengembangan serat-serat alam seperti rami,” jelasnya dalam Investor Daily Talk Beritasatu TV, Selasa (4/11).
Temmy juga menegaskan pentingnya modernisasi mesin produksi agar pelaku UMKM dapat menekan ongkos produksi dan bersaing dengan produk impor. ’’Mesin produksi di beberapa sentra tekstil memang sudah ketinggalan zaman. Pemerintah melalui program KUR dan insentif lainnya tengah mendukung peremajaannya,” ujarnya.
Larangan impor pakaian bekas diatur dalam Permendag Nomor 40 Tahun 2020, perubahan atas Permendag Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Impor. Barang dengan pos tarif HS 6309.00.00 dikategorikan sebagai limbah yang berpotensi membahayakan kesehatan, lingkungan, dan ekonomi nasional.
Data Bea Cukai mencatat hingga Juli 2024, penindakan impor pakaian bekas ilegal telah menimbulkan potensi kerugian negara sebesar Rp503 juta.
Langkah tegas pemerintah di bawah kepemimpinan Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa dinilai menjadi momentum penting bagi kebangkitan industri tekstil nasional. Selain melindungi tenaga kerja dan UMKM, kebijakan ini memperkuat ketahanan fiskal serta membuka peluang bagi Indonesia untuk kembali menjadi pusat manufaktur tekstil global pada 2030. (beritasatu.com/c1)