Berantas Impor Pakaian Ilegal demi Jaga Tekstil Nasional!
Ilustrasi pakaian bekas impor. --FOTO RRI
Berdasarkan data Bea Cukai, sejak 2024 hingga Agustus 2025 terdapat 2.584 kasus penyelundupan pakaian bekas dengan total barang bukti 12.808 koli senilai Rp49,44 miliar. Imas menegaskan, penghentian impor pakaian bekas adalah momentum penting untuk membangkitkan industri tekstil nasional.
Dukungan terhadap kebijakan ini juga datang dari Asosiasi Pedagang Kaki Lima Indonesia (APKLI). Ketua Umum APKLI, Ali Mahsun menyatakan praktik impor pakaian bekas ilegal tidak hanya melanggar aturan, tapi juga mematikan UMKM dan industri tekstil lokal.
’’Asosiasi PKL Indonesia mendukung penuh Kemenkeu untuk segera menyetop impor baju bekas dan impor ilegal,” ujarnya, Rabu (29/10).
Ali mendesak pemerintah agar tidak hanya menindak pedagang kecil, tetapi juga menangkap mafia impor thrifting yang menjadi aktor utama di balik maraknya perdagangan pakaian bekas ilegal. ’’Pelaku harus ditangkap, dipidanakan, dan tidak boleh menjadi importir seumur hidup,” tegasnya.
Menurut kajian Indef, maraknya impor pakaian bekas ilegal telah menggerus 15% pangsa pasar industri tekstil domestik dan menyebabkan kerugian negara hingga Rp1 triliun per tahun.
Direktur Eksekutif Indef Esther Sri Astuti menyebut tingginya permintaan terhadap barang thrifting diperparah oleh lemahnya pengawasan. ’’Sekitar 520.000 pekerja tekstil terancam PHK karena pabrik kehilangan pangsa pasar,” ujarnya.
Sementara itu, ekonom CORE Indonesia Yusuf Rendy Manilet menilai pemberantasan impor ilegal akan memperkuat penerimaan fiskal negara dan melindungi jutaan tenaga kerja di sektor tekstil. ’’Pendekatannya bukan sekadar administratif, tetapi juga menyentuh aspek penegakan hukum,” tegasnya.