459 Kades Terjerat Korupsi, Naik 66 Persen!

Radar Lampung Baca Koran--

BANDARLAMPUNG - Korupsi dana desa di Indonesia kian mengkhawatirkan. Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, jumlah kepala desa (Kades) yang tersangkut kasus penyelewengan dana desa naik. Hingga September 2025, tercatat 459 Kades di berbagai provinsi telah terjerat kasus korupsi. Hal ini naik 66 persen dibanding tahun 2024, dan lebih dari dua kali lipat dibandingkan 2023.

Kondisi ini membuat Kejaksaan Agung menyalakan alarm bahaya korupsi desa, sekaligus memperketat pengawasan terhadap pengelolaan dana desa di seluruh Indonesia, termasuk di Provinsi Lampung.

Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (JAM Intel) Reda Manthovani menyebut peningkatan kasus ini menjadi tamparan keras bagi sistem pertanggungjawaban keuangan di tingkat pemerintahan desa.

BACA JUGA:Dinas Sosial Lampung Kembali Ajukan Gele Harun Sebagai Pahlawan Nasional

’’Tahun 2023 tercatat 187 kepala desa tersangkut kasus korupsi dana desa. Jumlahnya naik menjadi 275 pada tahun 2024, dan hingga September 2025 sudah mencapai 459 kasus,” beber Reda.

Program dana desa sejatinya dirancang untuk memperkuat ekonomi masyarakat desa, membuka lapangan kerja, dan mempercepat pembangunan wilayah terpencil. Namun, dalam praktiknya, banyak kepala desa justru tergoda menyalahgunakan dana tersebut, mulai dari markup proyek, pengadaan fiktif, hingga laporan pertanggungjawaban palsu.

Reda menegaskan, dana desa bukan uang pribadi kepala desa, melainkan amanah negara yang harus dikelola secara transparan dan akuntabel.

“Kita tidak bisa membiarkan dana publik sebesar itu dikorupsi oleh segelintir oknum. Jika ada indikasi penyalahgunaan, Kejaksaan tidak akan ragu menindak,” katanya.

Meski secara nasional angka korupsi dana desa meningkat tajam, Provinsi Lampung disebut sebagai salah satu daerah dengan tingkat pelanggaran relatif rendah. Namun, Reda mengingatkan agar Lampung tidak terlena.

“Kita dorong semua Kejaksaan Negeri di Lampung untuk memperketat pengawasan terhadap sistem pertanggungjawaban keuangan desa. Jangan sampai laporan hanya formalitas tanpa realisasi yang benar,” ujarnya.

Ia juga menyinggung pentingnya kolaborasi antara aparat penegak hukum, pemerintah daerah, dan inspektorat agar mekanisme pengawasan berjalan efektif sejak tahap perencanaan hingga pelaporan.

Sebagai langkah konkret pencegahan, Kejaksaan kini tengah mengembangkan aplikasi “Jaga Desa”, sistem digital yang terhubung langsung dengan Sistem Keuangan Desa (Siskeudes), Sistem Koperasi Desa (Siskomdes), dan Monitoring Evaluation Dana Desa (Monev-DD).

Aplikasi ini bahkan akan terintegrasi dengan sistem PT Pupuk Indonesia, mengingat banyak program ketahanan pangan desa menggunakan dana desa.

“Aplikasi ‘Jaga Desa’ bukan alat untuk menakut-nakuti kepala desa, tapi untuk mendampingi mereka agar tidak salah langkah. Kalau ada masalah administratif, diselesaikan dulu lewat inspektorat. Penegakan hukum adalah jalan terakhir jika ada pelanggaran berat,” ujar Reda.

Tag
Share