Jangan Jadikan Guru Alat Politisasi!
SOROTI DUNIA PENDIDIKAN: Praktisi pendidikan Lampung, Gunawan Handoko (baju hijau), saat ditemui di Bandarlampung, Senin (25/11).--FOTO MELIDA ROHLITA
BANDARLAMPUNG - Praktisi pendidikan Lampung, Gunawan Handoko, mengatakan dunia pendidikan saat sedang tidak baik-baik saja karena guru banyak dipolitisasi dan didiskriminasi.
Gunawan mengatakan jika perubahan tersebut terjadi lantaran terdapat panja pengaturan sistem pendidikan yang awalnya dipegang oleh pusat kini diatur oleh pemerintah daerah.
"Dunia pendidikan saat ini semua menjadi berubah, khususnya setelah pengelolaan panja pendidikan dari pusat ke daerah. Tadinya sudah jadi PNS pusat, kini diserahkan menjadi PNS daerah. Akibatnya, nasib guru hanya bergantung kepada kepala daerah," kata Gunawan.
Menurut Gunawan, nasib para guru saat ini terbilang miris lantaran keberadaannya dianggap tidak penting. ’’Utamanya untuk guru SD dan SMP karena mendapatkan imbas politik dari pemimpin daerahnya. Jika kepala daerah berpihak, nasib akan diperhatikan. Namun, saat ini guru SD dan SMP mengeluh karena keberadaannya dianggap tidak penting dan diperlakukan semena-mena akibat dendam politik dari pimpinan. Maka sangat sering guru dimutasi tanpa sebab yang jelas. Dipindah sesuai selera pimpinan ini adalah realita saat ini," ujarnya.
Karena hal ini, kata Gunawan, guru sendiri dinilai menjadi alat polotisasi para pemimpin daerah. ’’Padahal adanya guru sendiri demi mewujudkan reformasi dan birokrasi yang baik. Sehingga tidak nyaman menjalankan tugas karena takut dimutasi saat menyuarakan ketidakadilan.
Menurut Gunawan, lima tahun kepemimpinan bukan waktu yang panjang tapi singkat untuk daerah. ’’Karena itu, jangan libatkan guru pada politisasi. Karena hanya lima tahun, jadi mohon jangan diramaikan dengan mutasi guru oleh kepala daerah. Banyak guru yang tidak bisa melawan," ungkapnya.
Di sisi lain, Gunawan juga menyoroti hak guru selayaknya gaji dan THR yang sudah ada penataannya karena tidak dibayarkan semestinya. "Hak guru sering dipermainkan oleh pemerintah daerah. Contoh beberapa waktu lalu ribuan guru harusnya menerima THR dan gaji 13 ditunda untuk tujuan lainnya. Daerah punya agenda lain untuk dialihkan untuk hal lainnya. Karena guru adalah profesi yang paling nurut dengan kepala daerah," ucapnya.
Menurut Gunawan, Indonesia termasuk Lampung harusnya memilih Malaysia untuk berkiblat tentang kesejahteraan guru yang kebanyakan juga adalah TKW dari Indonesia serta dorongan komisi etik untuk melindunginya.
"Sikap pemerintah di Malaysia, guru dari Indonesia yang kesejahteraannya (gaji, Red) jauh dari Indonesia. Di sana guru wajib kredit mobil dengan waktu hampir masa mengajar mereka benar-benar fokus mendidik anak. Jadi sungguh diperhatikan. Memperbaiki bahasa Melayu bagi murid-murid dari Asia. Guru kita malah banyak studi banding ke sana karena perbedaannya sangat berbeda. Harus ada dorongan untuk pengaman demenan perlindungan tersebut, harus terdapat komisi etik yang mengatur hal tersebut,’’ ungkap Gunawan. (*)