Politikus Muda ke Senayan: Antara Harapan dan Bayangan Dinasti Politik

TIDAK SELALU MEMBAWA ANGIN SEGAR: Banyaknya politikus muda di Senayan dianggap tidak selalu membawa angin segar untuk demokrasi, terutama karena adanya keterkaitan dengan dinasti politik.-FOTO IST -

JAKARTA – Banyaknya politikus muda yang berhasil melenggang ke Senayan belum tentu membawa dampak positif bagi demokrasi Indonesia.

Hal ini disebabkan sebagian besar dari mereka memiliki ikatan dengan dinasti politik.

Salah satu anggota termuda DPR adalah Annisa Maharani Mahesa (23), putri almarhum politikus Gerindra, Desmond Junaidi Mahesa.

Sementara itu, Larasati Moriska yang menjadi anggota termuda DPD adalah putri dari mantan Ketua DPRD Kabupaten Nunukan, Nardi Azis, dan Asni Hafid, anggota DPD periode 2019-2024.

Pinka Haprani (25) adalah putri Ketua DPR, Puan Maharani. Sedangkan Rizki Aulia Rahman Natakusumah (29) merupakan anak dari anggota DPR periode 2019-2024, Dimyati Natakusumah. Nama lainnya, Ravindra Airlangga (33), adalah putra dari Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan mantan Ketua Umum Partai Golkar, Airlangga Hartarto.

Kaisar Kiasa Kasih Said Putra (30) juga adalah anak dari anggota DPR,Said Abdullah.

Ada juga Putri Zulkifli Hasan (36), putri dari Menteri Perdagangan sekaligus Ketua Umum PAN, Zulkifli Hasan. Selain itu, ada Prananda Surya Paloh (31), anak dari Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh.

Di luar nama-nama ini, masih banyak lagi anggota muda DPR dan DPD yang memiliki hubungan darah dengan para elite politik.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin, menilai bahwa keberhasilan banyak politikus muda ini bukanlah prestasi yang patut dibanggakan.

 Sebaliknya, ini menunjukkan ironi demokrasi Indonesia. “Kalau bicara demokrasi, ini adalah langkah mundur,” ujarnya kepada Jawa Pos, Senin (6/10).

Menurut Ujang, dalam sistem demokrasi yang baik, jabatan publik seharusnya diisi melalui proses seleksi yang ketat. Sosok yang memiliki kualitas ditawarkan kepada publik untuk dipilih dalam pemilu.

Namun di Indonesia, banyak calon yang dipromosikan sudah diatur untuk memenuhi kepentingan elite tertentu.

 Karena itu, menurut Ujang, demokrasi di Indonesia saat ini masih sebatas prosedural, belum substansial. “Orang yang punya uang, kuasa, dan jaringan menunggangi demokrasi untuk mengamankan posisi keluarga mereka di jabatan publik,” tambahnya.

Analis politik dari Exposit Strategic, Arif Susanto, turut berpendapat bahwa fenomena dinasti politik dalam DPR kali ini membuat harapan akan perubahan kinerja menjadi sulit terwujud.

Tag
Share