JAKARTA - Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan bahwa RPP Kesehatan disahkan dalam waktu dekat.
Menyikapi hal itu, Direktur Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) K.H. Sarmidi Husna berpendapat, pembahasan RPP pelaksanaan UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, pasal pengamanan zat adiktif tidak melibatkan partisipasi publik secara luas dan berimbang.
’’P3M meminta Menkes agar mengeluarkan pasal-pasal terkait pengamanan zat adiktif dari draf RPP Kesehatan yang ada. Selain bertentangan dengan UU Kesehatan, UU Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, UU Perkebunan, dan putusan Mahkamah Konstitusi, juga berpotensi mematikan kelangsungan ekosistem serta tata niaga pertembakauan," kata K.H. Sarmidi.
K.H. Sarmidi berpendapat, pasal-pasal terkait produk industri hasil tembakau seharusnya diatur dalam pengaturan tersendiri sebagaimana mandat UU Kesehatan. P3M mendesak Bapak Budi Gunadi Sadikin untuk dipisahkan dari pembahasan RPP Kesehatan dengan pertimbangan mempunyai ekosistem yang berbeda signifikan dengan sektor kesehatan.
BACA JUGA:Buka Tahun Ajaran Perdana, Emer Islamic Boarding School (EIBOS) Gelar Soft Opening
UU Kesehatan Pasal 152 Ayat (1) UU 17/2023 memandatkan, ketentuan pengaturan pengamanan zat adiktif, berupa produk tembakau, diatur melalui Peraturan Pemerintah. Begitu pula pada Ayat (2), ketentuan lebih lanjut rokok elektronik diatur melalui Peraturan Pemerintah.
"Kata 'diatur dengan' Peraturan Pemerintah pada Pasal 152, sangat tegas amanatnya, sehingga seyogyanya, rokok konvensional diatur tersendiri, rokok elektronik diatur tersendiri. Keduanya, juga sebaiknya terpisah dari RPP yang memiliki ekosistem berbeda," terang K.H. Sarmidi.
K.H. Sarmidi juga mengingatkan bahwa perumusan RPP Kesehatan produk Tembakau harus mengacu pada prinsip-prinsip pengayoman, kemanusiaan, kebangsaan, kekeluargaan, kenusantaraan, Bhinneka Tunggal Ika, keadilan, kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, ketertiban dan kepastian hukum, dan/atau keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, sebagaimana amanat dalam pasal 6 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
"P3M mendesak pemerintah bersama multi-stakeholder untuk merumuskan pasal-pasal alternatif terkait RPP yang non-diskriminatif, lebih berkeadilan dan berkedaulatan," ujar K.H. Sarmidi.
BACA JUGA:Apresiasi Pelanggan, Sharp Kembali Gelar Gathering Dan Festival Matsuri Lampung
K.H. Sarmidi mengingatkan, RPP tentang pelaksanaan UU Kesehatan 2023 terkait Pengaman Zat Adiktif merupakan kebijakan pemerintah yang harus mengacu pada prinsip atau kaidah kemaslahatan umat secara umum, yaitu tasharruful imam ‘ala al-ra‘iyyah manuthun bil mashlahah.
"Kebijakan negara atau pemerintah harus mengacu pada kemaslahatan," tegas K.H. Sarmidi.
Sepanjang pembahasan RPP Kesehatan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) disinyalir menutup komunikasi dengan multi-stakeholders ekosistem pertembakauan. Demikian halnya dengan P3M yang memberikan masukan namun nampaknya tidak diakomodasi oleh Kemenkes.