Truk Batu Bara Tak Beri Manfaat

Selasa 16 Sep 2025 - 21:45 WIB
Reporter : Prima Imansyah Permana
Editor : Abdul Karim

Gubernur Mirza Turun Tangan, Upaya Dishub Belum Tampak

BANDARLAMPUNG – Truk pengangkut batu bara dengan muatan melebihi batas (over dimension over loading/ODOL) masih bebas berlalu-lalang melewati jalan lintas tengah Sumatera (Jalinteng) di Provinsi Lampung. Sementara, batu bara yang diangkut truk-truk dari Sumatera Selatan (Sumsel) ke Lampung yang sudah berlangsung puluhan tahun ini sama sekali tidak memberikan manfat bagi Provinsi Lampung.

Sebaliknya, akibat truk-truk ODOL tersebut, sepanjang Jalinteng dari Sumsel ke Bandarlampung terus mengalami kerusakan. Meski oleh BPJN setiap tahunnya diperbaiki, usia kemantapan jalannya tidak lama. Belum lagi akibat truk ODOL, banyak yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas.

BACA JUGA:Pemohon Uji Materi Minta Kolom Agama di KTP dan KK Dihapus

Wajar jika Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal gerah dan geram hingga turun tangan.  Seperti dilakukannya pada Rabu (10/9), orang nomor satu di Lampung ini langsung menemui Menteri Perhubungan (Menhub) RI Dudy Purwagandhi di Jakarta. 

Ada beberapa pembahasan yang dilakukan pada pertemuan tersebut. Salah satunya, Gubernur Mirza mengusulkan agar Menhub menghentikan pengiriman atau ekspor batu bara melalui pelabuhan yang ada di Lampung. Sebab menurutnya, batu bara yang diangkut dari Sumsel menggunakan angkutan ODOL tersebut tidak memberi manfaat bagi Lampung dan menjadi salah satu penyebab rusaknya jalan lintas Sumatera yang ada di Lampung.

Sebelumnya pada 28 Juli 2025, Gubernur Mirza juga telah bersurat kepada Menhub RI Cq Direktur Jenderal Perhubungan Darat  terkait usulan penanganan ODOL di Provinsi Lampung. Ada delapan poin yang disampaikannya.

Pertama, mengaktifkan kembali pengoperasian Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) Blambangan Umpu di Kab. Way Kanan (Jalan Nasional Lintas Tengah Sumatera) dan Pematang Panggang di Kabupaten Mesuji (Jalan Nasional Lintas Timur Sumatera) yang menjadi kewenangan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Republik Indonesia;

Kedua, mengingat keterbatasan SDM dan anggaran BPTD Kelas II Lampung, maka Pemprov Lampung mengusulkan adanya pendelegasian kewenangan dari Pemerintah Pusat tentang pengawasan dan pengendalian muatan lebih kepada Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota pada jalan yang berstatus Jalan Provinsi dan Jalan Kabupaten/Kota yang pembiayaannya bersumber dari APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota. Menerapkan pemberlakuan pengaturan tarif batas atas dan tarif batas bawah (floating tarif) terhadap transportasi angkutan barang (logistic).

 

Ketiga, melakukan revisi denda (Tipiring) maksimum ODOL pada Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan terkait peningkatan denda maksimum bagi pelanggar ODOL dari Rp 500.000, menjadi Rp 24.000.000.

Keempat, pembangunan pos pengendalian, pengawasan dan pemeriksaan perbatasan provinsi untuk penindakan hukum pelanggaran kendaraan ODOL dan pelanggaran perizinan angkutan lainnya serta sebagai tempat untuk memutarbalikkan kendaraan, yaitu di Way Kanan (Jalan Nasional Lintas Tengah Sumatera), di Pematang Panggang (Jalan Nasional Lintas Timur Sumatera) dan di Lemong (Jalan Nasional Lintas Barat Sumatera) berupa bangunan fisik rigid beton ukuran 5 m x 50 m pada kiri serta kanan RUMIJA (Ruang Milik Jalan) yang juga bisa dimanfaatkan untuk rest area, jika dimungkinkan dapat disediakan lahan untuk kegiatan bongkar muat dan parkir sementara (stockpile).

Kelima, melanjutkan program Road Map to Zero ODOL dengan melarang kendaraan ODOL masuk ke Jalan Tol, melarang kendaraan ODOL menyeberang melalui penyeberangan ferry/long distance ferry/tol laut maupun angkutan laut/pelayaran sejenisnya, dan mewajibkan adanya fasilitas penimbangan kendaraan di lokasi pabrik/gudang sebelum beroperasi di jalan dan melanjutkan program normalisasi truk ODOL/pemotongan bak truk ODOL.

Keenam, untuk jenis kendaraan Fuso dan Tronton agar di masa mendatang dipertimbangkan tidak diproduksi lagi, karena sumber akar permasalahan ODOL ada pada dua jenis kendaraan tersebut yang sering diperpanjang sasisnya dan ditinggikan bak muatannya, seyogyanya hanya terdapat jenis kendaraan Multi-Axlel/Container dan Truk Sedang/Light Truck.

Ketujuh, mewajibkan kendaraan angkutan batu bara dan hasil tambang lainnya serta hasil perkebunan untuk melintasi dan memiliki Jalan khusus dan tidak melalui Jalan umum, karena sarat berpotensi muatan lebih.

Tags :
Kategori :

Terkait