Dua Anggota Bawaslu Dijatuhi Peringatan Keras oleh DKPP karena Langgar Etik

Jumat 18 Jul 2025 - 20:29 WIB
Reporter : Agung Budiarto
Editor : Agung Budiarto

JAKARTA – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada dua penyelenggara pemilu yang terbukti melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP). Putusan ini dibacakan dalam sidang yang digelar di ruang sidang DKPP, Jakarta, Selasa (15/7).
Ketua Majelis Heddy Lugito membacakan putusan terhadap sembilan perkara yang melibatkan 33 orang penyelenggara pemilu sebagai pihak teradu.
Dalam putusannya, DKPP memberi sanksi peringatan keras kepada Restu, anggota Bawaslu Kabupaten Konawe, berdasarkan perkara nomor 100-PKE-DKPP/III/2025.
Restu dinilai menyalahgunakan kewenangannya dalam pengadaan atribut kegiatan apel siaga dengan melibatkan perusahaan milik kerabat dan mengarahkan pengiriman invoice kepada institusi Bawaslu Konawe. DKPP menilai tindakan tersebut sebagai bentuk penyalahgunaan jabatan.
“Pertemuan antara teradu dan pengadu yang kemudian berujung pada pengiriman atribut seperti baju dan topi untuk kegiatan apel siaga merupakan bentuk pelanggaran hukum dan etik,” tegas anggota Majelis, Ratna Dewi Pettalolo.
Ia menambahkan, tidak terlihat adanya upaya dari teradu untuk menghindari konflik kepentingan. “Perilaku tersebut secara sadar dilakukan dan berdampak pada menurunnya kepercayaan publik terhadap lembaga Bawaslu,” ujarnya.
Sanksi serupa juga dijatuhkan kepada Muhammad Saprudin, anggota Bawaslu Kabupaten Indramayu, dalam perkara nomor 19-PKE-DKPP/I/2025. Saprudin dijatuhi sanksi karena dinilai lalai dalam menjalankan tugas pengawasan.
“Teradu tidak hadir dalam sidang meskipun sudah dipanggil secara sah, ini menunjukkan sikap mengabaikan proses etik dan DKPP,” ujar Heddy saat membacakan putusan.
DKPP juga menyatakan bahwa Saprudin tidak memberikan imbauan kepada pemerintah daerah untuk menurunkan alat peraga kampanye bergambar Bupati Indramayu yang saat itu juga mencalonkan diri kembali dalam Pilkada 2024. Tindakan tersebut dianggap sebagai bentuk pembiaran atas pelanggaran etik.
“Ketidakhadirannya dan sikap pasif terhadap pelanggaran ini memberikan dasar kuat bagi DKPP untuk menjatuhkan sanksi yang lebih berat,” ungkap Ratna Dewi.
Dalam sidang yang sama, DKPP menyelesaikan sembilan perkara dengan rincian dua penyelenggara pemilu dijatuhi peringatan keras, tiga diberi peringatan, dan sebanyak 28 lainnya direhabilitasi karena tidak terbukti melanggar KEPP.
Sidang ini dipimpin oleh Heddy Lugito sebagai Ketua Majelis, dengan anggota Ratna Dewi Pettalolo dan I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi.
Sebelumnya, Kualitas penyelenggaraan Pemilu 2024 masih menjadi perdebatan. Pasalnya, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) mencatat tidak ada satu pun tahapan pemilu yang bebas dari pelanggaran etik.
Hal itu disampaikan oleh anggota DKPP Ratna Dewi Pettalolo dalam kegiatan Evaluasi Pengawasan Pemilu dan Pemilihan Serentak 2024 serta Penyusunan Kerangka Implementasi Program Pengawasan Non Tahapan yang digelar Bawaslu RI di Kota Padang, Sumatera Barat, Jumat (11/7).
“Kalau kita melihat seluruh tahapan Pemilu 2024, tidak ada satu pun tahapan yang terlewat tanpa pelanggaran etik,” ungkap Ratna Dewi.
Menurut data DKPP, pelanggaran terjadi dalam berbagai tahapan, mulai dari:
Pendaftaran dan verifikasi peserta pemilu, Penyusunan Peraturan KPU. Pencalonan legislatif (DPR, DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota, dan DPD). Pencalonan presiden dan wakil presiden, Masa kampanye, dan Perkara non tahapan pemilu.
Sebagian besar pelanggaran tersebut berujung pada sanksi berat, termasuk pemberhentian tetap penyelenggara pemilu.
Ratna Dewi menekankan pentingnya pendidikan etika sebagai upaya pencegahan pelanggaran. Ia menyebut hal ini sebagai kebutuhan mendesak untuk meningkatkan kualitas pemilu mendatang.
“Pendidikan etika harus dilakukan secara sistematis dan masif agar melahirkan penyelenggara pemilu yang berintegritas, kredibel, dan profesional,” tegasnya.
Ia juga mendorong kerja sama antar pemangku kepentingan untuk menciptakan sistem pendidikan etik yang menyeluruh dan berkelanjutan.
Dalam kesempatan itu, DKPP juga memaparkan capaian penanganan pelanggaran etik sepanjang tahun 2025, di mana terrdapat Jumlah pengaduan: 175; Perkara disidangkan: 174; dan Perkara diputus: 166.
Sementara,  Sanksi dijatuhkan: Peringatan tertulis: 170; Peringatan keras: 80; Peringatan keras terakhir: 8; Pemberhentian dari jabatan ketua/kordiv: 11; Pemberhentian sementara: 1; dan Pemberhentian tetap: 22.
Di sisi lain, DKPP juga merehabilitasi atau memulihkan nama baik 432 penyelenggara pemilu yang terbukti tidak melakukan pelanggaran etik. (dkpp/c1/abd)

Tags :
Kategori :

Terkait