Pengawasan Praktik Ekspor Lobster Lemah

Senin 16 Dec 2024 - 21:23 WIB
Reporter : Jeni Pratika Surya
Editor : Abdul Karim

BANDARLAMPUNG - Kasus penyelundupan 51.951 ekor benih bening lobster (BBL) senilai Rp7,8 miliar di Bengkunat, Kabupaten Pesisir Barat, membuka tabir kelalaian pengawasan dan dugaan kuat adanya aktor besar di balik kejahatan ini.

Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Lampung Irfan Tri Musri pun mengkritisi lemahnya pengawasan terhadap praktik ekspor lobster, baik secara legal maupun ilegal tersebut.

Menurutnya dampak dari praktik ini juga mengurangi volume tangkapan nelayan dan berpotensi menimbulkan kerusakan ekosistem. ’’Penanganan persoalan lobster ini harus dilakukan dengan serius agar tidak merugikan nelayan maupun lingkungan,” tegas Irfan, Senin (16/12).

Tidak jauh beda disampaikan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kota Bandarlampung Sumaindra Jawardi. Ia menilai kasus ini menunjukkan tata kelola perlindungan lobster yang bermasalah. ’’Sumber daya lobster ini terbatas sehingga penegak hukum harus tegas dalam menindak pelaku kejahatan lingkungan seperti ini,” tandasnya. 

Menurutnya kasus ini menjadi sorotan utama di Lampung. Terutama menyangkut dugaan keterlibatan oknum aparat. ”Semua pihak berharap penegakan hukum dapat dilakukan secara menyeluruh untuk melindungi sumber daya laut Indonesia,” ucapnya.

BACA JUGA:RDP Harga Singkong Buntu

Sementara, salah satu warga Bengkunat, Kamsin, mengungkapkan bahwa pengambilan benih lobster di Pesisir Barat selama beberapa tahun terakhir sering dilakukan. Menurutnya sebelum pemekaran Polres Lampung Barat dan Pesisir Barat juga ada penangkapan oleh tim buser. Tetapi hanya ditahan kurang lebih 5 hari, lalu dilepaskan dan akhirnya mereka terus melakukannya.

”Seluruh masyarakat sekitar juga mengetahui praktik ini sehingga sangat tidak mungkin jika pihak kepolisian tidak tahu,” tandasnya. 

Sebelumnya, penangkapan dilakukan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Ditjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) pada Senin (9/12) lalu memicu seruan tegas dari anggota DPRD Provinsi Lampung, Wahrul Fauzi Silalahi, untuk mengusut tuntas dalang dari praktik ilegal tersebut. Dirinya mengkritik keras terhadap  kinerja aparat kepolisian yang dinilai lemah dalam menangani maraknya pencurian benur lobster di wilayah Lampung. Ia bahkan mencurigai adanya pembiaran hingga keterlibatan oknum dalam bisnis ilegal ini.

BACA JUGA:Perajin Tapis Pringsewu Diharapkan Tingkatkan Kualitas dan Daya Saing Produk

Berdasarkan peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/2015  tentang Larangan Penangkapan dan atau serta Peraturan Mentri KP Nomor 56 Tahun 2016 tentang Pengeluaran Lobster dalam pasal 7, jelasnya, disebutkan bahwa setiap orang dilarang menjual benih lobster untuk budidaya. ”Aturan ini jelas mempertegas bahwa lobster yang boleh ditangkap adalah ukuran panjang di atas 8 cm, bukan dalam katagori benur atau benih bening lobster  sebagaimana yang terjadi baru-baru ini,” tegasnya.

Ia juga menyoroti  fakta bahwa praktik ini tidak hanya merugikan negara. Tetapi juga menghancurkan ekosistem laut dan tentu berdampak bagi nelayan dengan berkurangnya hasil tangkapan akibat masifnya pengambilan benur lobster. Dirinya pun dengan tegas  meminta agar Polda Lampung menangkap aktor utama atau pemodal di balik pencurian benih lobster. Termasuk yang diduga membekingi aktivitas tersebut.  ”Jangan hanya menangkap pelaku di lapangan,” tandasnya. (jen/c1/rim)

Kategori :