Bawaslu Header

Harga BBM Tak Bakal Naik Imbas Konflik Timur Tengah

TIDAK NAIK: Harga BBM di Indonesia tidak naik meski tengah terjadi konflik Iran-Israel.-FOTO IST -

JAKARTA - Serangan Iran terhadap Israel telah meningkatkan kekhawatiran tentang potensi lonjakan harga minyak global yang dapat memengaruhi harga bahan bakar di Indonesia. Namun, pemerintah Indonesia menyatakan bahwa harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri tidak akan naik setidaknya hingga Juni tahun ini.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji dalam sebuah diskusi yang diadakan oleh Eisenhower Fellowships Indonesia Alumni Chapter di Jakarta mengatakan bahwa kenaikan harga minyak di pasar global diperkirakan bersifat sementara. ’’Harga BBM sama hingga Juni. Kami melihat ini sebagai masalah jangka pendek," ujarnya.

Menurut Tutuka, sejarah menunjukkan bahwa harga minyak cenderung stabil atau rendah, kecuali pada periode-periode ketika faktor geopolitik menyebabkan fluktuasi.

Lebih lanjut, Tutuka menjelaskan bahwa pasca serangan tersebut, harga minyak mentah dunia bisa mencapai USD 100 per barel, dan jika konflik berlanjut, diperkirakan bisa melonjak hingga USD 120-130 per barel. 

BACA JUGA:Optimalisasi Sekuritas Redam Volatilitas Rupiah

Dia juga menekankan bahwa Indonesia tidak memiliki kerjasama impor migas yang signifikan dengan Iran, dengan impor utama BBM dan LPG berasal dari negara-negara seperti Singapura, Malaysia, India, AS, dan beberapa negara Timur Tengah, serta impor minyak mentah dari Nigeria, Arab Saudi, Angola, dan Gabon.

Dalam konteks dampak fiskal, Tutuka menyatakan bahwa setiap kenaikan harga minyak sebesar USD 5 per barel bisa menambah beban subsidi BBM, kompensasi solar, dan subsidi LPG di anggaran negara, menimbulkan tantangan lebih lanjut pada keuangan pemerintah.

Mari Elka Pangestu, ekonom dan mantan menteri perdagangan, pada kesempatan yang sama mengingatkan tentang risiko inflasi dan dampaknya terhadap anggaran nasional jika harga minyak terus meningkat. 

Sementara itu, Mulyanto, anggota Komisi VII DPR, menyerukan langkah antisipatif dari pemerintah mengingat potensi dampak jangka panjang konflik Iran-Israel terhadap ekonomi global dan domestik, terutama dengan pelemahan nilai tukar rupiah.

BACA JUGA:BI Beri Ketegasan terkait Kestabilan Rupiah

Dirjen Migas, Tutuka Ariadji, mengungkapkan bahwa jika harga Indonesian Crude Price (ICP) mencapai USD 110 per barel, total biaya subsidi energi termasuk kompensasi untuk BBM dan LPG bisa meningkat hingga Rp 350 triliun. "Jika harga ICP naik ke USD 110, total subsidi energi dan kompensasi untuk BBM serta LPG bisa meningkat signifikan, mungkin mencapai Rp 350 triliun," katanya.

Tutuka juga menjelaskan bahwa kenaikan harga ICP yang signifikan akan berdampak besar terhadap subsidi, terutama untuk LPG yang bisa meningkat sekitar Rp 5 triliun, dan kompensasi solar yang bisa meningkat hingga Rp 6,42 triliun.

Selain itu, kenaikan harga ICP dan nilai tukar rupiah terhadap dolar juga berpotensi meningkatkan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sekitar Rp 1,8 triliun. Namun, pertambahan ini tidak seimbang jika dibandingkan dengan peningkatan subsidi serta kompensasi yang dibutuhkan.

"Setiap kenaikan ICP sebesar USD 1 per barel bisa meningkatkan PNBP sekitar Rp 1,8 triliun, namun hal ini diikuti oleh peningkatan subsidi yang hampir sama dan kompensasi sebesar Rp 5,3 triliun. Selain itu, setiap peningkatan nilai tukar sebesar Rp 100 per dolar akan meningkatkan PNBP sebesar Rp 1,8 triliun, namun juga akan meningkatkan subsidi energi sebesar Rp 1,2 triliun dan kompensasi sekitar Rp 3,9 triliun," tambah Tutuka.

Tag
Share